News

Publik Nantikan Debat Berkualitas, Bukan Gimik Gemoy, Curhat Ditekan dan Bersilat Lidah

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jadwal debat capres-cawapres Pilpres 2024. Debat akan berlangsung sebanyak lima kali, dari 12 Desember 2023 hingga yang terakhir pada 4 Februari 2024.

Manajer riset dan program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono mengingatkan KPU untuk menghadirkan debat capres-cawapres berkualitas bukan sekadar seremonial.

“Pelaksanaan debat ini menjadi sebuah tradisi dan kegiatan sangat penting dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Pasalnya, dari debat ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui secara gamblang gagasan yang ditawarkan oleh para kandidat Presiden dan Wakil Presiden,” kata Arfianto, dalam keterangan tertulisnya, diterima di Jakarta, Kamis (30/11/2023).

KPU diminta untuk cermat dalam menyusun skema debat, pemilihan tema besar, topik setiap sesi dan para panelis agar bisa memancing gagasan berkualitas dari para paslon.

“Akan tetapi, patut diingatkan juga kepada penyelenggara khususnya, KPU agar kegiatan debat bukan hanya menggugurkan kewajiban atau hanya sekedar seremonial, sehingga masyarakat tidak mendapatkan substansi dari debat itu sendiri,” ujarnya.

Afrianto menekankan KPU harus dapat membuat format debat yang benar-benar dapat menggali persoalan yang ada saat ini. Utamanya pada isu-isu yang sensitif dan krusial, dan para kandidat mesti memunculkan gagasan dan solusi yang konkret.

“Banyak isu-isu yang telah dibicarakan di masyarakat terkait pembangunan, demokrasi dan HAM, lingkungan, keberagaman, dan lain-lain. Dari isu-isu tersebut dapat diturunkan menjadi pertanyaan yang konkret dengan data valid, bukan sekedar mengawang-awang dan jargob belaka,” jelas Arfianto.

Selain itu, ia juga mengingatkan bagi ketiga pasangan calon dapat berbicara sesuai konteks, menawarkan program-program mereka, bukan sekadar mengumbar janji-janji muluk.

Afrianto mengharapkan pada debat nanti akan muncul tawaran-tawaran yang terukur, sehingga masyarakat mendapatkan referensi yang cukup dalam menentukan sosok pilihan yang tepat.

“Jadi, debat jangan hanya diisi oleh sekadar gimik gemoy, curhat adanya tekanan, atau memamerkan kemampuan bersilat lidah maupun berbalas pantun, yang pada akhirnya hanya menimbulkan riuh di media sosial oleh para pendengung dari masing-masing pendukung pasang calon dan tidak mendorong ke kampanye yang informatif dan edukatif,” tuturnya.

Back to top button