Market

Provinsi Papua Tetap Jadi Fokus Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem


Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan Provinsi Papua menjadi daerah yang mengalami penurunan kemiskinan ekstrem paling besar. Kondisi kemiskinan di seluruh daerah di Papua masih menjadi perhatian TNP2K yang berada di bawah koordinasi Kantor Wakil Presiden. 

Saat ini, kemiskinan ekstrem di wilayah paling timur ini mencapai 7,67 dari sebelumnya 10,92%. Dalam paparan evaluasi program tahun 2023, di Kantor Wapres, Kamis (14/12/2023) khusus untuk Papua, TNP2K belum memasukan data kemiskinan ekstrem di empat daerah otonom baru (DOB), yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Barat Daya, dan Papua Pegunungan. 
 
“Apresiasi bisa turun cukup tinggi ya di Papua (selisih) 3,25% (dari tahun sebelumnya),” ujar Sekretaris Eksekutif TNP2K, Suprayoga Hadi. 

Yoga menyebut kondisi serupa juga terjadi di Provinsi Papua Barat. Angka kemiskinan berhasil turun 1,92%. “Papua Barat pada Maret 2022 mencapai 8,5? Maret 2023 mencapai 6,43%,” jelasnya.

Selain itu, Yoga menjelaskan pihaknya Ia berjanji ke depan kondisi kemiskinan di seluruh daerah di Papua akan terpantau. “Jadi masih strugling kita untuk membreakdown data-data ke tingkat kabupaten kota yang ada di Papua DOB,” paparnya.

Dalam APBN 2023, total insentif fiskal untuk kemiskinan ekstrem sebesar Rp750 miliar. Penyerahan insentif fiskal dilakukan oleh Wapres sebagai bentuk penghargaan untuk kategori kinerja penghapusan kemiskinan ekstrem tahun berjalan 2023. 

Kesempatan itu dilakukan dalam acara Rakornas dan Penyerahan Insentif Fiskal atas Kinerja Penghapusan Kemiskinan Ekstrem 2023 di Jakarta pada Kamis (9/11/2023) didampingi Menkeu, Sri Mulyani. Pengucuran insentif fiskal dilakukan melalui konvergensi program dan anggaran dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrim, antara lain melalui penyesuaian APBN, APBD, dan juga APBDes. 

Sementara pada evaluasi bulan Maret lalu, dari hasil Susenas Maret 2023 menunjukkan angka kemiskinan nasional baru mencapai 9,36% atau masih di bawah target RPJMN 2020-2024 yakni 6,5-7,5%. Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan kebijakan khusus melalui berbagai program di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, untuk dapat menurunkan sedikitnya 1,86% poin untuk mencapai 7,5% pada 2024.

Demikian disampaikan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K),” jelas Suprayoga lebih lanjut.

Pada kesempatan ini, dijelaskan bahwa untuk mencapai target kemiskinan nasional, dibutuhkan upaya yang lebih intens dari sisi pemerintah, termasuk dalam melibatkan pelaku dan mitra nonpemerintah melalui pendekatan kolaboratif dan kemitraan pentahelix. 

“Masalah ini perlu disikapi secara khusus bukan sebagai business as usual, terlebih dengan mempertimbangkan proyeksi inflasi 2023 dan perkiraan tingkat kemiskinan nasional pada 2024 berkisar antara 9,17-9,34 persen,” jelasnya seperti mengutip dari laman wapresri.go.id.

Sejumlah kebijakan penurunan kemiskinan ekstrem dapat menjadi pembelajaran bagi pemerintah dalam rangka penurunan angka kemiskinan nasional. Setidaknya, terdapat empat hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam upaya penurunan tingkat kemiskinan nasional. Pertama tentang konvergensi program, di mana kelompok sasaran keluarga miskin dan rentan menerima manfaat bantuan dari seluruh program yang ada.

Demikian juga untuk kualitas implementasi program khususnya terkait pencairan anggaran yang tepat waktu untuk program kemiskinan. Adapun perbaikan pensasaran program, khususnya dengan terus menekan angka exclusion error kelompok miskin yang tidak menerima program. Dan terakhir meningkatkan akses kelompok miskin pada layanan/infrastruktur dasar seperti sanitasi dan air bersih.
 
 

Back to top button