News

Plus-Minus Tren Digitalisasi Terhadap Kesehatan Mental

Perkembangan teknologi menyimpan dua sisi yang betolak belakang terhadap permasalahan kesehatan mental. 

Di satu sisi, teknologi baik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap risiko kesehatan jiwa, namun di sisi lain, teknologi juga menjadi pemicu munculnya gangguan mental terhadap seseorang.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Praktisi kesehatan masyarakat, sekaligus dokter dari Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan, Arundhati Nugrahaning Aji dalam sebuah talkshow yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan RI di peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang jatuh, Selasa (10/10/2023).

“Jadi memang pintar-pintar kita pakai teknologi seperti itu. Keuntungannya, dengan teknologi ternyata kita bisa mendapatkan informasi yang cukup. Tetapi memang jeleknya adalah kadang-kadang self-diagnosisnya itu lho, malah teknologi itu menjadi sarana untuk bully misalnya,” ungkapnya.

Penggunaan teknologi dapat memiliki pengaruh yang berbeda pada kesehatan mental seseorang, tergantung pada bagaimana teknologi digunakan.

Namun, penggunaan teknologi seperti media sosial sulit batasi sehingga memunculkan banyak pengaruh negatif seperti bullying.

Bully bisa disebut sebagai momok menakutkan yang memicu seseorang dapat terkena gangguan mental.

“Dan itu jelas terhubung dengan kesehatan mental. Bisa dilihat ya, dari yang zaman sekarang itu, bully secara virtual itu juga banyak, bully di dunia maya itu banyak, nggak cuman sekedar bully di dunia nyata. Jadi memang banyak baiknya, tetapi juga ada hal-hal yang kurang baik,” tegas Arun.

Mengutip laman Kemenkes RI, bullying merupakan prediktor munculnya gangguan jiwa yang berat lainnya seperti ansietas, depresi dan psikotik. 

Masa depan generasi penerus menjadi terganggu dengan adanya bullying ini sehingga perlu ada usaha yang taktis dan sistematis untuk melakukan pencegahan dan penanganannya.

Korban bullying lebih sering mengalami gejala depresi, menyakiti diri sendiri, pikiran untuk bunuh diri, dan pencapaian akademik yang rendah.

Back to top button