Hangout

Persediaan Obat Menipis, Nakes Keteteran, hingga Fasilitas Kesehatan Kurang saat Penyelenggaraan Haji 2023

Menjalankan ibadah haji menjadi suatu impian masyarakat muslim di muka bumi. Lamanya waktu tunggu untuk keberangkatan jemaah haji, membuat peserta haji didominasi kelompok lanjut usia (lansia). Kelompok ini tentu rentan dan berisiko tinggi (jemaah risti) terhadap penyakit.

Ini menjadi sebuah Pekerjaan Rumah (PR) yang harus ditangani oleh pemerintah, karena para lansia memiliki penyakit bawaan yang harus diperhatikan.

Belum lagi cuaca ekstrim saat menjalani ibadah haji membuat para jemaah haji harus benar-benar menyiapkan kesehatannya dengan baik.

Jemaah Haji harus merasakan teriknya matahari saat menjalankan ibadah haji hingga mencapai lebih 40 derajat celcius. Ini tidak hanya mengharuskan para jemaah haji menggunakan pelindung kepala, tetapi juga tubuh harus tetap terhidrasi dengan baik. Tidak jarang, para jemaah haji banyak yang mengalami penyakit heat stroke.

Penyakit lainnya yang kerap dialami jemaah haji Indonesia adalah fatigue atau kelelahan, hipertensi, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA), diabetes, nyeri otot, dan infeksi paru-paru hingga demensia.

Haji 2023
Jemaah haji Indonesia tengah mendapat perawatan saat menunaikan ibadah haji. (Dokumentasi: Kementerian Kesehatan).

Perjalanan ibadah haji yang begitu panjang dan menguras tenaga, membuat para jemaah haji Indonesia kerap terserang penyakit. Sayangnya, penyelenggaraan haji 2023 masih saja mengalami masalah dari berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pelayanan kesehatan.

Hal tersebut terungkap, saat jemaah haji Indonesia mengeluarkan keluh kesahnya mengalami kesulitan mencari obat-obatan.

Anggota Komisi VIII Dewan DPR RI, Abdul Wachid mengakui bahwa pihaknya menerima keluh kesah sejumlah jamaah haji. Mereka mengeluhkan kurangnya ketersediaan obat-obatan, semisal obat flu, batuk, dan antibiotik.

“Saya kira ini butuh perhatian dari Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan terkait dengan kebutuhan obat flu, obat batuk, dan antibiotik karena faktor cuaca yang panasnya ekstrem ini banyak mengakibatkan jamaah haji flu atau batuk,” kata Abdul dalam keterangan resminya, Minggu (25/06/2023).

Kepala Bidang Kesehatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, dr. Muhammad Imran secara khusus kepada inilah.com menceritakan bagaimana pihaknya menangani masalah persediaan obat yang pada saat puncak haji kemarin sempat menipis.

Ia mengatakan persediaan obat sudah menjadi perhatian bagi pihaknya yang sudah dipersiapkan sebelum keberangkatannya dalam menjalankan tugas.

“Awalnya itu perbekalan, karena kami di bawah naungan Kemenag (Kementerian Agama), obat-obatan itu kami pengadaan sendiri,” kata dr. Imran saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Minggu (16/07/2023).

Menurutnya, ini menjadi siasat dalam menghadapi persediaan obat yang ditakutkan belum terpenuhi di lokasi haji. Untuk itu, setiap anggotanya sudah menyiapkan perbekalan obat-obatan dari Indonesia.

“Makanya kami berbekal dari awal itu obat-obatan yang memang ditentukan jemaah di lapangan seperti perban, terus obat-obatan batuk, pilek (dan lainnya),” ujarnya.

Ia menambahkan tindakannya ini menjadi sebuah sedekah selama menjalankan ibadah haji tahun ini. Imran dan anggota lainnya bahkan mengklaim bahwa mereka senang dengan apa yang mereka kerjakan.

“Seperti juga sendal itu bahkan kami perbekalannya bawa 20 pasang (per) satu orang untuk menangani jemaah saat di lapangan (saat) ada yang kehilangan sandal,” ungkapnya.

Meskipun pihaknya telah mempersiapkan obat-obatan, namun ada saatnya persediaan obat tersebut menipis. Ia mengaku bahwa saat itu terjadi, Imran langsung berkoordinasi dengan kantor pusat untuk mengajukan permohonan persediaan obat ke lokasinya.

“Jadi kita memberikan permohonan (obat-obatan) itu dia (kantor) lebih mungkin ke KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia) untuk mensuplai obat-obatan. Kami sempat mendapat obat sirup obat batuk 100 botol,” jelas Imran.

Selain itu, salah faktor yang menyebabkan pihaknya kekurangan obat karena adanya keterbatasan dalam membawa persediaan tersebut. Ia dan rekannya bahwa sempat tertahan di Imigrasi Arab Saudi karena membawa obat-obatan dalam jumlah yang besar.

“Bahkan waktu itu kami bawa, saya dan rekan sampai ditahan di imigrasi karena bawa obat-obatan ini,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya kemudian memberikan penjelasan kepada petugas imigrasi mengapa mereka membawa obat-obatan dalam jumlah yang begitu besar karena sebagai persediaan bagi jemaah haji, bukan untuk pemakaian pribadi. Selanjutnya, obat yang dibawa tersebut pada satu sampai dua minggu pertama mereka salurkan kepada jemaah haji.

“Satu dua minggu itu menipis, kami memohon pada ke kantor dan dimintakan ke KKHI dan alhamdulillah didukung,” ujarnya.

Untuk mengatasi kelangkaan obat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempersiapkan 60 koli obat-obatan dan alat kesehatan (Alkes) guna mendukung pelayanan kesehatan jamaah calon haji saat menjalani prosesi puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Persiapan tersebut bertujuan untuk memastikan kebutuhan medis para jamaah dapat terpenuhi dan pelayanan kesehatan dapat berjalan optimal selama masa wukuf.

“Kami siapkan sekitar 60 koli obat-obatan untuk layanan kesehatan di Pos Kesehatan (Poskes) yang ada di Arafah dan Mina,” ujar Koordinator Obat dan Perbekalan Kesehatan (Perbekkes) PPIH Bidang Kesehatan Kemenkes, Breni Setyoko.

Haji 2023
Petugas tenaga kesehatan tengah merawat jemaah haji Indonesia. (Dokumentasi: Kementerian Kesehatan).

Tidak hanya obat-obatan, tenaga kesehatan (nakes) yang terbatas juga menjadi sorotan. Hal ini terkait bagaimana para nakes yang menangani jemaah haji 2023 bisa sigap mengatasi masalah kesehatan yang silih berganti datang.

Ade Rezki Pratama, Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI mengungkapkan, jika tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja sebagai dokter, apoteker, dan perawat yang disediakan bagi jemaah haji Indonesia yang mencapai 229 ribu jemaah pada 2023, belum optimal.

“Kami menemukan para nakes di Klinik Kesehatan Haji Indonesia itu kewalahan dalam menangani pasien jemaah haji yang sakit, utamanya banyak yang sakit itu lansia,” kata Ade.

Apalagi menurutnya, jemaah haji yang sakit sebagain besar adalah lansia dengan sejumlah penyakit yang beragam, seperti diabetes, darah tinggi, bahkan demensia.

Belum lagi, banyaknya jemaah haji yang meningal dunia yang angkanya cukup tinggi mencapai 220 orang (per 29 Juni).

Melihat kondisi tersebut, Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Ade Rizki Pratama meminta pemerintah, khususnya kementerian terkait Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Agama (Kemenag) agar memaksimalkan dan mengoptimalkan jumlah nakes untuk pelaksanaan haji ke depan.

“Supaya nanti kalau terdapat gangguan dan keluhan soal penyelenggaraan haji, kita dapat ditindaklanjutkan secara cepat dan tepat,” kata Ade.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi juga menyebutkan kurangnya tenaga kesehatan juga menajdi salah satu penghambat penyelenggaraan haji tahun ini kurang maksimal.

Selain itu, tingginya jumlah jemaah lansia serta yang memiliki risiko tinggi dan pemanfaat informasi dan tekonologi (IT) dalam pengelolaan obat juga masih belum optimal juga menjadi masalah.

Saat ini, pelayanan bagi jemaah yang mengalami masalah kesehatan, khususnya demensia, masih diserahkan kepada kloter, sektor dan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI).

“Biasanya dipicu karena kelelahan, dehidrasi dan kurang asupan makan di hotel,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi kepada inilah.com.

Tidak hanya itu, terkait penambahan fasilitas kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menyebut sampai saat ini pihaknya masih berupaya untuk mendapatkan izin mendirikan rumah sakit untuk jemaah haji maupun umrah dari Indonesia. Wacana yang sudah digodok sejak lama ini masih belum juga mendapatkan izin dari pihak Arab Saudi.

“Kebijakan pemerintah Arab Saudi hingga saat ini belum memberikan izin bagi negara asing untuk mendirikan rumah sakit,” kata Nadia.

haji 2023
Salah satu jemaah haji Indonesia tengah diperiksa kesehatannya oleh tenaga kesehatan (nakes). (Dokumentasi: Kementerian Kesehatan).

Nadia menyebut pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi hingga saat ini masih melakukan pendekatan ke pemerintah setempat untuk mendapatkan izin. Namun, izin yang diberikan hingga saat ini masih terbatas pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyakes).

“Fasyankes (adalah) setingkat klinik dengan perawatan terbatas,” ungkap Nadia.

Ketersediaan fasyankes ini menjadi perhatian khusus mengingat tahun ini banyak jemaah haji yang mengalami masalah kesehatan saat menjalankan ibadah haji.

Selanjutnya, pihaknya juga tengah melakukan evaluasi terkait perencanaan kebutuhan sesuai profil kesehatan jemaah dan kasus yang sering ditemui dalam penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi.

Lebih lanjut Kemenkes juga berencana untuk melakukan penambahan jumlah petugas kesehatan untuk memperkuat layanan di setiap bidang.

“Penambahan fasilitas kesehatan, sanitasi dan air bersih di wilayah Armina (dan) perlu pendamping bagi lansia berusia di atas 80 tahun,” tambahnya. (Mia Umi Kartikawati/ Vonita Betalia)

Back to top button