News

Beredar Koran Achtung, TKN Prabowo-Gibran: Upaya Menggagalkan Pemilu


Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengendus adanya kejahatan pemilu dengan tujuan menggagalkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, mengungkapkan temuannya. Muncul sebuah koran gerap bernama Achtung di sejumlah kota-kota besar, isinya adalah fitnah yang mendiskreditkan Prabowo.

“Rencana penggagalan itu dilakukan setidaknya dengan beberapa langkah, yang pertama adalah penyebaran koran gelap Achtung yang sangat masif diberbagai kota besar yang isinya adalah fitnah,” ujar Habiburokhman kepada wartawan, di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Jumat (12/1/2024).

Habiburokhman menyatakan ada empat fakta hukum yang membuktikan Prabowo tidak terlibat dalam hilangnya aktivis 98. Pertama, tidak ada keterangan dari saksi dalam persidangan Tim Mawar yang menyebutkan adanya perintah Prabowo untuk menculik aktivis 98.

“Kedua, keputusan Dewan Kehormatan Perwira No. KEP/03/VIII/1998/DKP dengan terperiksa Letjen Prabowo Subianto bukanlah keputusan peradilan dan bukan keputusan lembaga setengah peradilan. Itu sifat putusannya pun hanya rekomendasi dan ini bisa dilihat di akhir keputusan tersebut,” jelas Habiburokhman.

Ketiga, kata Habiburokhman, ada putusan dari Presiden ke-3 RI, BJ Habibie yang memberhentikan Prabowo sebagai Danjen Kopassus dengan hormat. Terakhir, sambungnya, Komnas HAM tidak bisa melengkapi hasil penyelidikan pelanggaran HAM berat yang dituduhkan kepada Prabowo kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 2006.

“Padahal menurut ketentuan Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000, waktu Komnas HAM untuk melengkapi hasil penyelidikan tersebut hanyalah 30 hari,” ujarnya.

Lebih lanjut, Habiburokhman mengatakan berdasarkan laporan dari masyarakat pihaknya mencurigai adanya hasutan kepada mahasiswa untuk melakukan demonstrasi. Dia mengatakan, dalam laporan tersebut mahasiswa diperintahkan untuk turun ke jalan melakukan penentangan politik dinasti dan membangun narasi soal pelanggaran HAM dan menangkap para pelanggar HAM.

“Kalau kita lihat isunya sih standar standar saja, tetapi ini tidak masuk akal, dan kita tahu di era pemilu ini kan sangat sensitif ketika ada yang melakukan demonstrasi misalnya, tentu akan memancing reaksi dr pihak-pihak yang lain, misalnya ada yang menuduh ini terjadi praktik politik dinasti dalam konteks negatif, padahal sebagian masyarakat lain menganggap tidak terjadi praktik politik dinasti dalam konteks negatif, tentu kami khawatirkan bisa terjadi benturan,” ucap dia.

Hal tersebut, kata dia, dapat menyebabkan situasi menjelang pemilu tidak kondusif yang akhirnya bisa terjadi chaos dan kegagalan. Apalagi, narasi menangkap pelanggaran HAM jika di belokkan maka akan memfitnah pihak yang berkontestasi dalam pemilu.

“Tetapi narasinya, bisa dibelokkan dan kemungkinan besar dibelokkan untuk memfitnah salah satu atau pihak-pihak yang berkontestasi, dan ini tentu akan menimbulkan reaksi dari masyarakat,” pungkasnya.
 

Back to top button