Kanal

Peran Besar Intelijen Memata-matai Capres-Cawapres

“Intelijen adalah sebuah senjata besar dalam perang..Kenalilah musuh Anda dan diri sendiri, maka kemenangan Anda tidak akan terancam.” Pernyataan itu diungkapkan oleh Panglima Jenderal Militer China, Sun-Tzu dalam bukunya Ping-Fa atau The Art of War atau Seni Perang.

Sun-Tzu yang hidup dalam periode 544 SM hingga 496 SM itu menjelaskan bagaimana strategi memenangkan peperangan. Karya-karyanya itu populer di kalangan ahli taktik Partai Komunis Cina dan terutama disukai oleh Mao Ze Dong.

Intelijen memang sangat berperan dalam sebuah peperangan, karena dari merekalah semua informasi tentang musuh dapat diketahui. Sehingga apa yang dijelaskan oleh Sun-Tzu adalah benar. Jika semua informasi musuh dapat diketahui, tentunya kemenangan besar sudah di tangan.

Sama halnya dengan yang terjadi di Indonesia saat ini. Di tengah riuhnya pesta demokrasi yang akan digelar 14 Februari 2024, intelijen berperan sangat penting untuk menjaga keamanan Pemilu.

Peran strategis itu semestinya tetap terjaga dalam koridornya, sehingga tidak sampai dimanfaatkan untuk operasi intelijen antara pihak-pihak yang sedang berkompetisi.

Satu yang menjadi perhatian publik adalah penunjukkan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen TNI I Nyoman Cantiasa menggantikan Letjen TNI Teddy Lhaksmana yang memasuki masa pensiun.

Namun siapa sangka ternyata I Nyoman Cantiasa adalah anak buah Prabowo Subianto saat operasi sandera oleh OPM Mapenduma pada 1996 lalu.

Saat ini Prabowo maju sebagai calon presiden (capres) berpasangan dengan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Penunjukkan Waka BIN oleh Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang disetujui Presiden Jokowi itu tentu saja menimbulkan pertanyaan dari sejumlah pihak. Apakah ada kaitannya dengan Pilpres 2024?

Ditambah lagi dengan gejala panas dinginnya antara ‘Istana dengan Teuku Umar’. Ya, isu perpecahan antara keluarga Jokowi dengan partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri memang sudah sejak lama mencuat.

Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1286/XI/2023 tanggal 9 November 2023 tentang pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

Mereka yang dimutasi di antaranya Mayjen TNI Sonny Aprianto dari Asintel Panglima TNI menjadi Koorsahli Kasad, Mayjen TNI Djaka Budhi Utama dari Pa Sahli Tk. III Bid. Sosbudkum HAM dan Narkoba Panglima TNI menjadi Asintel Panglima TNI, Brigjen TNI Bosco Haryo Yunanto dari Dansatintel Bais TNI menjadi Kas Kogabwilhan I, Kolonel Inf Bambang Herqutanto dari Paban III Biddagri Sintel TNI menjadi Dansatintel Bais TNI.

Kemudian ada Letjen TNI Arif Rahman dari Dankodiklatad menjadi Wakasad, Letjen TNI Alfret Denny D. Tuejeh dari Irjenad menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun), Mayjen TNI Hilman Hadi dari Staf Khusus Kasad menjadi Irjenad.

Di Balik Rotasi Petinggi BIN

Selain mengganti Waka BIN, sedikitnya ada 30 pejabat BIN dari berbagai tingkatan juga mengalami rotasi dalam sebulan terakhir. Buntut dari mutasi di tubuh BIN, memunculkan kabar bahwa Budi Gunawan sudah enggan lagi berkantor di markas BIN.

Namun inilah.com belum mendapat pernyataan resmi mengenai kebenaran kabar tersebut.

Jika memang benar, apakah itu bentuk ketidakpercayaan Jokowi terhadap mantan ajudan Presiden Megawati yang sudah menjabat selama tujuh tahun sebagai Kepala BIN?

Analis Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiludin Ritonga menilai pergantian Kepala BIN hanya sebatas rumor, meski ada hubungan kurang harmonis antara Jokowi dengan PDIP.

“Kalau Jokowi mengganti BG (Budi Gunawan) sama saja mengajak PDIP untuk berperang semakin terbuka,” katanya.

Sementara itu Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menyoroti mutasi di tubuh BIN. Apakah nantinya akan dimanfaatkan sebagai alat intelijen untuk memata-matai masing-masing pasangan capres?

“Situasi mutasi itu bisa memicu persepsi, Jokowi ingin menggunakan kekuatan negara untuk kepentingan pribadi, terutama pemenangan paslon tertentu,” katanya.

Menurutnya mutasi itu dikhawatirkan berdampak pada netralitas Pemilu 2024. “BIN itu kan sangat strategis, punya alat sadap dan sebagainya,” tambahnya.

Peneliti dan Koordinator klaster Konflik, Pertahanan, Keamanan Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN), Muhamad Haripin mengakui data intelijen berpotensi disalahgunakan untuk memenangkan suara di suatu daerah untuk calon tertentu.

“Oleh karena itu, lembaga intelijen serta aparat keamanan perlu betul-betul mempertahankan netralitas,” jelasnya.

Namun kenetralitasan itu tercemar dengan beredarnya pakta integritas Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso untuk memenangkan capres Ganjar Pranowo yang ditandatangani Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Barat, Brigjen TNI TSP Silaban pada Agustus 2023.

Yan Piet Moso selaku Pj Bupati Sorong menyatakan sejumlah poin, antara lain siap mencari dukungan suara minimal 60%+1 di Kabupaten Sorong kepada Ganjar pada Pilpres 2024.

Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa intelijen sangat berperan dalam memenangkan perangnya melalui gerakan bawah tanah.

Siapa Paling Kuat?

Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad menilai untuk saat ini Jokowi memiliki peran sangat besar. Ini sudah diakuinya sejak pertengahan September lalu yang mengatakan dirinya mengetahui dinamika internal partai politik menjelang Pemilu 2024.

Informasi itu diterima dari BIN, Polri, TNI, dan Bais. Terlebih lagi saat ini Jokowi memegang tujuh partai pendukung pemerintah, sehingga memiliki peran sangat penting dalam menentukan peta politik.

“Jokowi juga kepala negara, kepala pemerintahan yang kekuasaannya itu juga boleh dibilang dia juga panglima tertinggi TNI/Polri di situ, belum lagi berbagai sumber daya potensial yang dia bisa gunakan,” katanya kepada Inilah.com.

Begitu juga dengan Megawati. Sebagai pemegang komando partai dengan suara terbesar di Indonesia, menjadi pengaruh besar Mega sebagai king maker untuk memenangkan Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024.

Setegang apapun hubungannya dengan Jokowi, namun pada kenyataanya PDIP masih menjadi penopang utama roda pemerintahan Jokowi.

“Bahkan cawapresnya itu sendiri, pak Mahfud itu kan Menkopolhukam di situ, belum lagi yang konon dikabarkan misalnya Kepala BIN dekat lah, pernah menjadi ajudannya Bu Megawati,” jelasnya.

Bagaimana dengan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar? Tentu tidak dapat diremehkan, karena masih ada Surya Paloh ditambah lagi dengan kapten Timnas AMIN mantan Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi Alaydrus.

Meski memiliki kuasa terbatas, namun diyakini ada tim bayangan yang sedang bekerja di belakang layar. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah.

“Jadi Tim Nasional Anies-Muhaimin saya kira hanya untuk mengelabui Prabowo dan juga Ganjar. Sehingga orang-orang yang bekerja langsung (tim bayangan) dan pasti itu tidak terdeteksi oleh Ganjar maupun oleh Prabowo Subianto,” katanya.

Siapa pihak itu? Dedi mempercayai salah satunya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Sebagai seseorang yang ‘menemukan’ Anies, Dedi menilai JK punya andil besar.

“Rasa-rasanya, Jusuf Kalla sebagai korporat, sebagai alumni HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang sama-sama kadernya juga diusung sebagai capres, yaitu Anies Baswedan, lalu beliau juga sebagai politisi, rasanya tidak akan mungkin kalau beliau tidak ikut campur,” tandas Dedi.

JK yang sudah malang melintang di kancah politik menurutnya akan mudah membaca arah politik lawan. Bahkan sangat dimungkinkan mantan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 itu tentu memiliki intelijen sendiri, baik di sejumlah lembaga maupun di masing-masing parpol.

Setidaknya Pilpres 2024 menjadi sebuah peperangan yang tentunya tidak dapat dimenangkan hanya sekadar membaca buku sejarah, riset, atau perhitungan matematis. Tapi harus didapat dari agen-agen rahasia.

Seperti yang diungkapkan Panglima Jenderal Militer China, Sun-Tzu dalam bukunya Ping-Fa atau The Art of War atau Seni Perang.

“Intelijen adalah sebuah senjata besar dalam perang..Kenalilah musuh Anda dan diri sendir maka kemenangan Anda tidak akan terancam.”

Back to top button