Hangout

Penyebab Polusi Udara: PLTU vs Kendaraan, Mana yang Lebih Berdosa?

Membahas polusi udara di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) selalu menjadi topik yang panas. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini menunjuk kendaraan bermotor sebagai sumber utama permasalahan polusi udara di wilayah ini. Langkah ini diambil berdasarkan hasil identifikasi yang disampaikan oleh Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Luckmi Purwandari, pada Senin, (28/8/2023).

Namun, tindakan pemerintah ini mengundang berbagai reaksi dan kritik dari pakar lingkungan, aktivis, hingga juru kampanye lingkungan.

Metodologi Identifikasi yang Dipertanyakan

Laporan Inventarisasi Pencemar Udara DKI Jakarta 2020 menunjukkan bahwa sektor transportasi merupakan sumber polusi partikulat utama, termasuk PM10, PM2,5, dan black carbon (BC). Kendaraan bermotor menyumbang 67,03% emisi PM2,5, sedangkan industri manufaktur menyumbang 26,81%.

Namun, Juru kampanye dan iklim Greenpeace Indonesia, Bondan Adriyanu, mempertanyakan konsistensi data tersebut. “Bagaimana menilai sumber (polusi) jika tidak jelas datanya?” ujarnya, Selasa (29/8/2023). Menurut Adriyanu, solusi yang lebih efektif telah dijelaskan dalam hasil putusan class action pencemaran udara 2021 dan tinggal dijalankan.

11 Agustus, KLHK bilang 44% penyumbang polusi Jakarta adalah emisi transportasi. Tak ada PLTU dalam daftar.

Berselang 17 hari, menterinya yang bicara data. Transportasi masih menyumbang 44%, tapi ada juga PLTU dengan sumbangsih 34%.

Lha kok bisa beda? pic.twitter.com/H3ryadzOc0

— perupadata (@perupadata) August 29, 2023

Langkah-langkah yang Kontroversial

Sebagai tindak lanjut, KLHK mengambil beberapa langkah, termasuk menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2023 dan membuka pos pemeriksaan gas buang gratis. Hasilnya, 79,2% dari 1.020 kendaraan yang diuji lulus uji emisi.

Namun, Puji Lestari, guru besar teknik lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB), berpendapat bahwa emisi dari kendaraan bermotor tidak bisa dipukul rata. “Misalnya, PM2,5 perlu dilihat yang dominan menyumbang emisi itu kendaraan berat,” katanya.

Muhammad Aminullah, aktivis Walhi DKI Jakarta, menambahkan, “Sektor industri juga menjadi penyumbang yang besar. Pemerintah juga perlu memikirkan langkah solutif bagi masyarakat yang jauh dari jangkauan transportasi publik.”

Solusi yang Tepat, Apakah Sudah Ditemukan?

Kritik terhadap langkah-langkah pemerintah ini menunjukkan bahwa masalah polusi udara di Jabodetabek bukan hanya kompleks tetapi juga memerlukan pendekatan yang lebih inklusif dan berdasarkan data yang akurat. Mengidentifikasi kendaraan bermotor sebagai penyebab utama mungkin memerlukan revisi, terutama dalam konteks solusi jangka panjang yang berkelanjutan.

Kebijakan yang memadai harus mempertimbangkan sumber polusi lainnya dan juga memberikan akses yang lebih baik ke transportasi publik, terutama bagi komunitas yang jauh dari jangkauannya. Hingga saat ini, apakah pemerintah telah menemukan solusi yang tepat masih menjadi pertanyaan yang menunggu jawaban.

Back to top button