Market

Kenali Apa Itu Social Commerce, Tugas Baru untuk Menkominfo

Senin, 17 Juli 2023, Budi Arie Setiadi resmi menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/P Tahun 2023 tentang Pengangkatan Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.

Seusai acara pelantikan, Budi Arie Setiadi mendapat tugas baru dari Presiden Joko Widodo, yakni memantau social commerce.

Tugas ini adalah untuk menyiasati fenomena media sosial yang juga berfungsi sebagai e-commerce. Salah satu platform yang dikhawatirkan oleh Presiden adalah TikTok dengan program Project S mereka.

Project S adalah produk buatan media sosial TikTok yang menawarkan fitur e-commerce bernama Trendy Beat. Fitur ini sudah mulai beroperasi di Inggris pada 21 Juni 2023.

Pada dasarnya, fitur ini sudah banyak di gunakan platform media sosial seperti Pinterest, Instagram, Facebook, dan lainnya.

Namun fitur ini dikhawatirkan dapat merugikan UMKM jika masuk ke Indonesia. Sebab, Project S TikTok ini dicurigai akan menjadi wadah perusahaan untuk mengoleksi data-data produk yang laris manis di suatu negara.

Tentunya, data-data itu akan diberikan kepada industri China sehingga mereka akan memproduksi barang-barang tersebut untuk dipasarkan secara global.

Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan singkat tentang apa itu social commerce dan dampaknya kepada UMKM di Indonesia.

Apa Itu Social Commerce - inilah.com
Photo: iStockPhoto

Social commerce adalah gabungan dari kata social (sosial) dan commerce (perdagangan). Dengan kata lain, social commerce adalah media sosial yang mendukung dan memfasilitasi terjadinya transaksi jual-beli secara online.

Perdagangan sosial secara online mulai diterapkan di berbagai platform media sosial saat ini, salah satunya adalah TikTok, Facebook, Pinterest, dan Instagram.

Platform-platform inilah yang akan menggantikan proses transaksi tradisional secara keseluruhan. Dari media sosial, penjual dapat memasarkan produk secara langsung ke konsumen.

Di lain sisi, konsumen bisa menemukan barang atau produk yang dibutuhkan dan membelinya secara langsung melalui satu platform saja. Singkatnya, penjual dan pembeli dapat melakukan transaksi jual beli di satu platform tanpa harus meninggalkan aplikasi atau platform.

Perbedaan e-Commerce dengan Social Commerce

Masyarakat Indonesia saat ini sudah cukup paham dengan adanya situs e-commerce, seperti Shopee, Tokopedia, dan toko online tersendiri dari suatu merek. 

Pada dasarnya, kedua platform ini sama-sama menawarkan fitur yang sama, yaitu memasarkan produk dan sebagai media transaksi jual-beli online.

Perbedaan signifikan antara kedua platform ini terletak di basic platformnya.

Bagi pengusaha yang memiliki dana yang besar, mereka bisa membangun e-commerce di website mereknya sendiri. Disini mereka bisa menampilkan produk-produk unggulan, memberikan penawaran spesial, dan masih banyak lainnya.

Tapi bagi pengusaha yang memiliki dana terbatas, mereka bisa menggunakan platform e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia untuk memasarkan produk-produk jualannya.

Tapi taktik pemasaran untuk e-commerce jauh lebih rumit dan mahal dibandingkan social commerce.

Jika membangun e-commerce sendiri, Anda perlu melakukan pemasaran digital seperti SEO, iklan berbayar, sampai memanfaatkan konten media sosial untuk mengarahkan konsumen ke website atau toko online.

Pastinya, kegiatan ini akan menguras banyak waktu, tenaga, dan dana.

Di lain sisi, social commerce menawarkan pengalaman jual-beli online dengan cara yang lebih mudah. Penjual hanya perlu buka akun jualan, membuat konten video menarik terkait produknya untuk dilihat oleh potensial konsumen.

Calon konsumen yang tertarik dengan produk Anda, mereka bisa langsung menghubungi atau langsung melakukan pembelian secara langsung di satu aplikasi tanpa harus keluar masuk aplikasi lainnya.

Jauh lebih praktis, hemat waktu, dan tidak terdistraksi. Dengan kata lain, Anda bisa menjangkau konsumen dan membuatnya bertahan di toko.

Dampak Social Commerce untuk UMKM Indonesia

Berikut adalah dampak positif dan negatif dari social commerce untuk UMKM di Indonesia.

1. Mudah Menjangkau Konsumen

Social Commerce mudah untuk menjangkau potensial konsumen
Photo: Getty Images

Berdasarkan survei We Are Social dan Hootsuite di tahun 2021, terdapat lebih dari 132 juta pengguna media sosial aktif di Indonesia.

Ini artinya, social commerce memberikan banyak manfaat positif bagi UMKM di Indonesia. Mulai dari menjangkau konsumen yang lebih luas, media promosi yang murah, dan all-in-one platform yang menyediakan beragam fitur yang dibutuhkan untuk transaksi jual-beli online.

Selain itu, media sosial juga bisa digunakan sebagai wadah diskusi antara pengguna. Mereka bisa meminta pendapat, rekomendasi, dan lain sebagainya.

2. Platform Terbaik untuk Media Pemasaran

Social commerce bagus sebagai media pemasaran yang murah
Photo: Getty Images

Sebagai pelaku usaha, Anda bisa memanfaatkan media sosial ini untuk membangun branding dan kepercayaan di mata pelanggan. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan konsumen tetap atau loyal atau bahkan mendapatkan pelanggan baru dari rekomendasi antar pengguna.

3. Persaingan Perdagangan Global

Persaingan Harga Pasar - inilah.com
Photo: Getty Images

Di lain sisi, social commerce juga memberikan dampak negatif untuk UMKM di Indonesia. Salah satunya adalah persaingan global yang dimana negara lain dapat mempromosikan, menawarkan, dan menjual produk-produk dari negara mereka ke Indonesia dengan lebih mudah.

Singkatnya, mereka bisa merusak harga pasar dan merebut konsumen di Indonesia.

4. Persaingan Industri

Persaingan Industri Lebih Ketat - inilah.com
Photo: Getty Images

Dampak negatif terakhir dari social commerce adalah persaingan industri. Hal ini menjadi salah satu kekhawatiran utama Presiden Jokowi.

Sebab, aplikasi media sosial akan mengoleksi data dan tingkah laku konsumen di suatu negara. Akhirnya, mereka akan mengetahui jenis-jenis produk yang disukai di suatu negara dan memproduksinya secara massal di negara asal.

Imbasnya, barang produksi Indonesia akan kalah bersaing dengan mereka, mulai dari biaya produksi, material, distribusi barang, hingga harga jual.

Bagi pengusaha, tentu mereka akan memilih supplier dengan harga yang murah. Tapi bagi industri, ini akan mematikan bisnis mereka dan memicu terjadinya kerusakan ekonomi, banyak perusahaan yang pailit dan peningkatan pengangguran.

Back to top button