Market

Peminatnya Membeludak, Kelangkaan LPG Melon Masih Akan Terjadi

Kelangkaan LPG subsidi yang berukuran, atau LPG melon, naga-naganya akan terulang. Lantaran, migrasi pengguna LPG nonsubsidi ke LPG melon terus membesar. Belum lagi maraknya LPG oplosan khususnya di LPG nonsubsidi.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) , Tutuka Ariadji menerangkan, kebutuhan LPG melon selalu naik tiap tahun. Kisarannya antara 4 persen hingga 5 persen. Di sisi lain, permintaan LPG nonsubsidi justru anjlok 10 persen.

“Jelas menjadi perhatian kami. Berbagai kejadian di lapangan. Kenapa non-PSO (Public Service Obligation) atau produk subsidi ini, turun. Apakah terjadi migrasi dari PSO ke non PSO. Faktanya, ada beberapa pengoplosan. Untuk itu pemerintah sedang betul-betul mengawasi hal ini,” kata Tutuka, dalam konferens pers virtual, Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Tutuka menyatakan, saat ini, pemerintah dan PT Pertamina sudah melaksanakan beberapa solusi yang mengatasi turunnya konsumsi LPG non subsidi yakni melakukan pendataan masyarakat yang berhak mendapatkan serta pengawasan.

Lebih lanjut, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Maompang Harahap menjelaskan rata-rata peningkatan realisasi volume penyaluranLPG 3 kg tahun 2019 sampai 2022 sebesar 4,5% per tahun sehingga mencapai 7,8 juta metrik ton di 2022.

“Sedangkan rata-rata penurunan realisasi penyaluran LPG non subsidi tahun 2019 sampai 2022 itu sebesar 10,9% per tahun sehingga menjadi 0,46 juta metrik ton di tahun 2022,” ujarnya.

Realisasi subsidi tabung LPG melon pada 2022, sesuai dengan laporan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) audited, senilai Rp139 triliun, di mana porsi energi subsidi terbesar, termasuk pembayaran kurang bayar pada 2022 dan 2021, mencapai Rp15,64 triliun.

Sedangkan di tahun ini, pagu anggaran subsidi LPG 3 kg sebesar Rp 117,85 triliun. Realisasi pembayaran sampai dengan Juni Year to Date (YtD) atau Januari-Juni 2023 senilai Rp 37,73 triliun.

Maompang menceritakan, ada berbagai bentuk penyalahgunaan LPG 3 kg di lapangan. Misalnya saja berupa penimbunan atau penjualan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah Daerah.

Selain itu, kerap kali penjualan LPG 3 kg dilakukan di wilayah yang bukan lokasi distribusi atau belum terkonversi dari minyak tanah sehingga pengangkutan tabung LPG menggunakan kendaraan yang tidak terdaftar di agen.

Oleh karena itu, lanjutnya, perlu penyempurnaan mekanisme pendistribusian LPG 3 kg yang saat ini berlaku. Pasalnya, pencatatan transaksi secara manual dalam log book pangkalan rawan manipulasi sehingga tidak mampu menunjukan profil pengguna LPG 3 yang sesungguhnya. “Melalui upaya pencocokan data pengguna diharapkan dapat menjawab persoalan tersebut,” ujarnya.

Back to top button