Market

Pemicu Rencana Merger PT Garuda, Jumlah Pesawat Kurang untuk Negara Kepulauan

BUMN penerbangan terus dirundung masalah sehingga tidak memenuhi harapan menjadi tuan rumah di negeri kepulauan Indonesia. Apalagi PT Garuda Indonesia sebagai pemain lama harus terus ditolong, akhirnya memicu wacana untuk dilebur dengan Citilink dan Pelita Air.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan proses penggabungan Pelita Air ke dalam Garuda Indonesia Group masih terus dikaji. Rencana ini terkait dengan kondisi industri penerbangan di tanah air masih kurang dan terseok-seok dari sisi keuangannya.

Menteri Etho, sapaan akrabnya menyampaikan perbandingan dengan industri penerbangan di Amerika Serikat (AS) dengan 303 juta penduduk memiliki 7.200 pesawat. Sementara Indonesia dengan 280 juta penduduk hanya mempunyai sekitar 500 pesawat.

“Perlu dicatat, kita negara kepulauan, kalau 10 persennya (AS) berarti harus punya 720 pesawat. Kondisinya saat ini total pesawat di Indonesia sekitar 500 lebih, belum kembali seperti sebelum pandemi covid-19,” ujar Erick seperti mengutip saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Kehadiran Pelita Air saat itu, jelas Menteri Etho merupakan bentuk antisipatif kegagalan restrukturisasi Garuda Indonesia. Saat ini, Pelita Air hanya memiliki 12 pesawat dan didorong bertambah hingga 20 pesawat.

Sedangkan PT Garuda saat ini mempunyai 60 pesawat, dan PT Citilink sebanyak 50 pesawat. Total jumlah maskapai pemerintah ketika digabungkan hanya 140 pesawat.

Artinya masih lebih sedikit dari kondisi sebelum pandemi yang sebanyak 170 pesawat atau 35 persen dari total pesawat di Indonesia, 65 persen lainnya berasal dari swasta.

“Artinya walaupun digabungkan kita tetap 35 persen ini. Kenapa kita inisiasi harus digabungkan karena tadi, Pelita Air lahir karena ada ketakutan restrukturisasi Garuda gagal,” ucap Menteri Etho.

Jadi Menteri Etho memastikan ketiga maskapai ini memiliki target pasar yang berbeda. Padahal PT Garuda Indonesia memiliki pasar untuk kelas premium. Sementara Pelita Air berkutat pada segmen ekonomi premium, dan Citilink melayani kelas low cost carrier (LCC).

“Garuda tetap, Citilink dan Pelita yang kita lebur. Ini tidak akan kanibal karena akan saling melengkapi dengan target market-nya masing-masing seperti yang ada di swasta,” lanjut Menteri Etho.

Menteri Etho berharap penggabungan ini dapat meningkatkan frekuensi penerbangan domestik. Hal ini sangat membantu konektivitas masyarakat Indonesia yang banyak bergantung pada moda pesawat udara.

“Mendingan jadi satu, toh sama-sama milik pemerintah, toh Garuda sehat, Pelita Air kondisinya baik, Citilink perlu ada restrukturisasi sedikit, tapi tidak ada masalah. Kita mendorong supaya efektivitas penerbangan di Indonesia bisa terus terjaga, karena suka tidak suka, jumlah pesawat kita kurang,” kata Menteri Etho.

Back to top button