News

Pemerintah dan DPR Beda Pandangan Soal Pengesahan RKUHP

Terjadi silang pendapat antara pemerintah dan DPR terkait pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang (UU)

Menteri Koodinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, pada awal pekan depan akan menyampaikan laporan kepada Presiden soal RKUHP. Sebelum nanti dijadwalkan rapat pemerintah bersama dengan DPR untuk finalisasi sebelum disahkan dalam rapat Paripurna.

Lebih lanjut Mahfud menegaskan, sudah tidak ada lagi alasan untuk menunda pengesahan RKUHP, karena sudah puluhan tahun dibahas. “Dengan demikian, diharapkan sebelum masa sidang DPR ini berakhir pada bulan Desember mendatang, kita sudah punya KUHP baru yang menjadi revisi dari KUHP yang sudah berumur 200 tahun lebih, yang di negara asalnya sudah diganti, dan sudah 59 tahun kita bahas,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (16/11/2022).

Pandangan berbeda disampaikan anggota Komisi III DPR, Habiburokhman. Dia meyakini RKUHP tidak akan dapat disahkan pada periode ini, alasannya bisa membuat posisi DPR jadi tidak diuntungkan jika pengesahan dilakukan, mengingat penyelenggaraan pemilu sudah terbilang dekat.

Alasan lainnya, sambung dia, ada beberapa pasal yang masih bersifat lemah. Sebagai contoh soal pasal larangan kumpul kebo. Menurutnya, sebagian besar masyarakat meminta hal itu dilarang keras, namun dalam draft RKHUP bunyi redaksionalnya terlalu lemah.

Selain itu, tutur Habiburokhman, soal restorative justice juga banyak ditentang, lantaran sudah banyak sekali mengantar para kaum aktivis yang kritis masuk ke penjara. Oleh karena itu, dia meyakini seluruh fraksi di DPR tidak akan mengambil risiko.

“Jika melihat perkembangan terakhir di rekan-rekan DPR menurut saya RKUHP nggak bakal disahkan di periode ini. Karena sebaik apapun draft yang disepakati, DPR akan dibully oleh media dan LSM,” jelas Habiburokhman, Rabu (16/11/2022).

Lebih jauh dia menuturkan, Indonesia masih membutuhkan waktu lebih dari satu abad unutk mengesahkan RKUHP ini menjadi sebuah UU. ” Sekarang kita nikmati saja KUHP buatan kolonial belanda yang tegas mengatur hukuman mati sebagai pidana pokok, yang tidak mengenal restorative justice. Saya pikir kita perlu waktu 150 tahun lagi, sampai kita semua bisa melihat segala sesuatu secara substantif, dan tidak sekedar hitam dan putih,” pungkasnya.

Back to top button