News

Pelaku Pencucian Uang di Kemenkeu Perlu atau Tidak Dimiskinkan

Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari enggan menanggapi soal kemungkinan pemberian hukuman dimiskinkan hartanya bagi terduga pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kalau nanti sudah masuk proses hukum, baru kita bisa bicara soal perlu atau tidaknya dimiskinkan,” ujar Tobas, sapaan karibnya, di Jakarta, dikutip Kamis (9/3/2023).

Tobas mengatakan pemeriksaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 69 pegawai Kemenkeu yang diduga terkait TPPU sebagai bagian dari upaya untuk memastikan kepercayaan publik.

“Ini juga bagian dari upaya kita untuk pastikan kepercayaan publik itu tetap bisa ditumbuhkan dalam proses penyelenggaraan negara,” kata Tobas.

Politikus Partai NasDen ini mengatakan laporan terkait dugaan TPPU sedianya harus ditindaklanjuti secara serius, terlebih laporan dugaan TPPU di lingkungan Kemenkeu yang bertugas dalam penyelenggaraan keuangan negara.

Hal tersebut, kata dia, untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang mengedepankan akuntabilitas dan integritas.

Menurut Tobas, kasus Rafael Alun Trisambodo (RAT) menjadi pelajaran berharga bagi penyelenggara negara untuk menampilkan pola hidup sederhana pada publik.

“Peristiwa yang terkait dengan RAT ini tentu menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk mendorong adanya pola hidup yang sederhana yang ditunjukkan oleh para penyelenggara negara,” kata dia.

Tobas menyebut pola hidup sederhana pada penyelenggara negara patut dikedepankan karena akan berkaitan dengan kepercayaan publik terhadap pemegang otoritas yang bertugas mengatur negara.

Ia kemudian mencontohkan pejabat pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu seperti Rafael, telah dipercayakan publik untuk mengurus pajak yang mereka laporkan.

Sehingga, lanjut dia, apabila penyelenggara negara tersebut menampilkan gaya hidup mewah dapat menggiring pada munculnya pertanyaan-pertanyaan publik dan goncangan kepercayaan publik yang akan berimbas pada bidang yang dikelola-nya itu sendiri.

“Nah, itu kan akhirnya menyulitkan penyelenggaraan negara terkait dengan perpajakan itu sendiri,” ujar Tobas.

Namun, kata dia, bukan berarti penyelenggara negara tidak boleh memiliki penghasilan besar yang bisa diperoleh dari usaha hingga warisan keluarga, melainkan penyelenggara negara tersebut tidak boleh menyalahkan gunakan wewenang-nya demi tujuan memperkaya pribadi.

“Itu kan boleh-boleh saja sebenarnya, tetapi yang paling penting adalah jangan sampai kemudian ada penyalahgunaan wewenang,” tuturnya.

Untuk itu, dia mengajak penyelenggara negara agar bisa memposisikan dirinya tidak menampilkan gaya hidup mewah yang dapat berimbas pada hilangnya kepercayaan publik.

“Kesadaran diri untuk tidak bermewah-mewah karena beban sebagai penyelenggara negara itu sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan,” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan KPK telah memeriksa satu per satu pegawai Kemenkeu yang diduga terkait tindak pidana pencucian uang.

“Kemarin ada 69 orang dengan nilai hanya enggak sampai triliunan, (sekitar) ratusan miliar” kata dia.

Mahfud juga mengungkapkan ada temuan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu senilai Rp300 triliun.

“Saya sudah dapat laporan terbaru tadi pagi, malah ada pergerakan mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,” tuturnya.

Back to top button