Market

Pelabelan BPA Galon Dinilai Kemunduran Komitmen Pengelolaan Sampah Pemerintah

Kebijakan Pelabelan BPA Galon Dinilai Kemunduran Komitmen Pengelolaan Sampah Pemerintah

Rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membuat regulasi pelabelan risiko Bisfenol A (BPA) mendapat banyak kritikan.

Sebab narasi yang dibangun oleh BPOM terkait pelabelan tersebut diklaim sebagai upaya perlindungan pemerintah atas potensi bahaya dari peredaran luas galon isi ulang di tengah masyarakat. Namun, hal ini justru dinilai menyesatkan dan menjadi kemunduran komitmen pengelolaan sampah oleh pemerintah.

“Permasalahan galon guna ulang harus dilabeli ini membuat kami-kami (aktivis lingkungan) patah hati, karena kami merasa ada narasi yang dibangun, bahwa galon sekali pakai lebih baik daripada galon ulang,” kata aktivis lingkungan dari Drivers Clean Action, Swietenia Puspa Lestari.

Tenia menyayangkan sudah masuknya propaganda galon sekali pakai lebih baik dari galon isi ulang. “Dengan adanya isu kisruh BPA ini, masyarakat yang tadinya sudah beralih ke guna ulang isi ulang terpaksa atau merasa harus pindah ke sekali pakai. Itu harus dicegah agar tidak kejadian salah persepsi tadi,” tegasnya.

Kini, sudah ada petisi yang didukung sebanyak 50.000 orang lebih yang menolak galon sekali pakai. Selain itu ada juga lebih dari 8.000 orang yang mendukung PermenLHK tahun 2019 No. 75 terkait Peta Jalan Pengurangan Sampah dari Produsen yang diatur adalah manufaktur, retail, dan juga jasa makanan minuman serta akomodasi untuk menerapkan hirarki pengolahan sampah dari sumber.

Senada dengan Tania, Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini menilai banyak masyarakat yang belum memahami soal sampah plastik ini. “Jadi, kalau kita lihat di masyarakat tentang plastik ini kan tidak hanya masyarakat itu enggak tahu, masyarakat enggak paham betul, apa yang harus dikritik terhadap sampah plastik ini,” ungkap Anggia.

Politikus PKB ini mendorong agar pemerintah segera membuat regulasi komprehensif terkait pengelolaan sampah plastik. Sehingga kebijakan itu bisa masyarakat pahami dengan baik.

“Kalau kita memang harus benar-benar mengelola atau punya komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan sampah,” tutur Anggia.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Darul Siska mengungkap belum ada pembicaraan apapun dengan BPPOM sebagai mitra kerja Komisi IX terkait rencana pelabelan BPA terhadap air minum kemasan galon.

“Secara spesifik, saya jujur mengatakan Komisi IX belum mendiskusikan dengan badan POM,” ungkap Darul.

Sementara itu, Prof. Ahmad Zainal, Ahli Polimer ITB menilai para pemangku kepentingan harus memberikan edukasi yang baik ke masyarakat. Sehingga rencana pelabelan ini tidak menimbulkan kebingungan di publik.

“Jangan terlalu banyak pelabelanlah, cukup dari izin-izin yang selama ini sudah ada. Juga sudah ada SNI untuk produk pangan. Hanya saja ruang lingkupnya perlu diperluas,” kata Prof Zainal.

Data yang dikumpulkan para pemerhati lingkungan jika tidak ada kisruh BPA dan masyarakat tetap menggunakan galon air minum guna ulang, maka bisa menghemat sampai 250.000 ton plastik per tahun.

Back to top button