Market

PDIP: Rajin Bagikan Bansos Jelang Pemilu, Jokowi Turun Kasta


Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah mengaku miris dengan kuatnya politisasi bantuan sosial (bansos) untuk mendongkrak elektabilitas paslon yang dekat dengan kekuasaan.

Padahal, kata Said, program bansos 2024 yang anggarannya nyaris Rp500 triliun, tepatnya Rp496,8 triliun, merupakan kebijakan teknokratis yang mulia dari negara.

“Namun kemudian diprivatisasi presiden dan sebagian menterinya. Ini sungguh membuat saya sedih,” papar Said, Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Selanjutnya, politikus PDIP asal Madura ini, membandingkan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) saat pandemi COVID-19 pada 2020, sebesar Rp234,33 triliun, realisasinya Rp216,59 triliun.

Kala itu, roda ekonomi Indonesia boleh dibilang macet total. Segala sendi kehidupan khususnya perekonomian, mengalami lumpuh. Alhasil, pemerintah gelontorkan bansos Rp216,59 triliun.

Saat ini, lanjut Said, ketika ekonomi pulih bahkan disebut-sebut sukses oleh para menteri Jokowi bidang ekonomi, anggaran bansos justru dikerek tinggi-tinggi. 

“Terus terang, kenaikan anggaran bansos 2024 sangat mengkhawatirkan dari sisi penyalahgunaan,” kata Said.

Dia pun mempertanyakan kolega separtainya yang menjabat menteri sosial, tak dilibatkan. Bahkan, anggaran yang bersifat strategis justru disunat untuk bansos yang dibagi ugal-ugalan jelang pencoblosan pemilu pada 14 Februari 2024.

“Sedih melihat Bapak Presiden menurunkan kasta, seolah menggantikan peran Menteri Sosial, mengurusi teknis perbansosan,” ungkapnya.

Anggota Komisi XI DPR ini, mengingatkan, program bansos tidak datang tiba-tiba dari langit. Kebijakan dan penganggarannya diputuskan bersama antara DPR dengan pemerintah yang mewakili seluruh kekuatan politik. “Sesungguhnya tidak ada satu pihakpun yang berhak mengklaim program bansos prakarsa atau keberhasilan kelompok tertentu,” pungkasnya.

Back to top button