Hangout

Pakar Ungkap Data WHO Ada 6,7 Juta Orang Meninggal Akibat Polusi Udara

Polusi udara yang terjadi di Indonesia khususnya Jakarta kini menjadi perbincangan publik yang sangat hangat. Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, sejak tahun 2019, sebelum adanya pandemi COVID-19, dunia sudah menghadapi polusi udara. Data dari WHO menjelaskan, pada 2019 polusi udara berhubungan dengan 6,7 kematian di dunia.

“Dari 6,7 juta itu, polusi udara ambien (luar ruangan – outdoor) diperkirakan oleh WHO menyebabkan 4,2 juta kematian pada 2019, dan sisanya karena polusi udara dalam ruangan (indoor),” kata Tjandra Yoga kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (16/08/2023).

Sementara itu, jurnal Kesehatan terkemuka dunia, Lancet, menyampaikan hasil analisa “Lancet Commission on pollution and health” menyebutkan di dunia, terjadi sekitar 9 juta kematian setahunnya akibat polusi udara.

“Tegasnya, polusi udara menjadi penyebab 1 dari 6 kematian di dunia,” ujarnya.

Selain itu, di India terjadi hampir 1,6 juta kematian akibat polusi udara di tahun 2019. Artinya, 17,8 persen kematian di India pada 2019 terjadi akibat polusi udara.

WHO secara tegas menyebutkan bahwa air pollution is one of the greatest environmental risk to health atau polusi udara adalah salah satu risiko lingkungan terbesar bagi kesehatan.

“Dengan menurunkan kadar polusi udara maka negara-negara di dunia (termasuk Indonesia tentunya) akan dapat menurunkan beban penyakit (burden of disease) dari penyakit-penyakit stroke, gangguan jantung, kanker paru serta penyakit paru dan pernapasan akut dan kronik,” katanya.

Penyebab Polusi Udara di Jakarta

Penyebab utama polusi udara di Jakarta, ternyata bukan dari asap kendaraan. Menurut Ridwanhard dalam akun Instagramnya, sebab polusi udara merupakan asap dari pembangkit listrik batu bara di Banten. Pembangkit ini terbesar di Asia Tenggara yang baru beroperasi.

Dalam profil Instagramnya, nama lengkapnya adalah Ridwan Hardiawan, senior drilling engineer di Jadestone Energy. Soal polusi di Jakarta, menurutnya, polusi di tengah malam dan pagi lebih parah.

“Karena malam hari adalah beban puncak listrik, saat baru bara dibakar sebanyak-banyaknya,” katanya seperti mengutip dalam akun instragramnya yang diunggah Minggu (13/8/2023).

Bahkan program car free day yang digelar Pemprov DKI tidak mempan untuk mengurangi polusi di Ibu Kota Jakarta. Karena, penyebab polusi bukan dari kendaraan bermotor yang tiap hari berjubel di jalanan.

“Itulah kenapa saat weekend car free day udara tetap kotor, karena asapnya kiriman dari Banten,” jelasnya. Unggahannya pun didukung warganet dengan 5.909 suka dengan pandangannya.

Dengan kiriman polusi dari PLTU Batu Bara di Banten ini juga menyebabkan Kota Tanggerang Selatan lebih tercemar udaranya dibandingkan Jakarta dan Bekasi.

“Karena Tangsel lebih dekat lagi ke Serang dan di Serang sana pasti udaranya lebih ancur lagi,” papar alumni ITB ini.

Back to top button