News

Pakar IT Ungkap Lima Tahap Sirekap Jadi Alat Kejahatan Pemilu 2024


Pakar IT sekaligus Dosen Universitas Pasundan, Leony Lidya membeberkan dugaan Sirekap menjadi alat kejahatan politik bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terkait hasil Pilpres 2024 yang diduga penuh kecurangan.

Mungkin anda suka

“Tiga tahap yang pertama adalah fase yang saya sebut ada ketidaklogisan dalam proses Sirekap. Kemudian tahap yang kedua, menutup info numerik C hasil ya. Kemudian (ketiga) C, D hasil tidak tuntas diunggah,” ujar Leony dalam diskusi secara virtual, Jakarta, dikutip Senin 8/4/2024(). 

Ia mengungkap tiga poin yang lain, dilakukan guna menutupi kegagalan, atau ada hal yang sengaja disembunyikan.”Kemudian (keempat, prosentase statis), yang perlu dibuat statis dengan kisaran 24, 58, dan 16 persen (jumlah suaranya),” ucap dia.

“Yang terakhir, KPU klaim tidak pakai Sirekap, ini adalah suatu keinginan untuk menutup lokus jejak semua kejahatan tersebut. Kenapa saya sebutkan ini-itu tidak logis? Itu ada perubahan di kode program, dengan ditiadakan, adalah suatu yang sangat fatal,” lanjutnya.

Ia pun memaparkan alasan mengapa disebutnya tidak logis, pada tahapan unggah C hasil. Karena, ada perubahan kode program yang tentu saja berakibat fatal.

“Kemudian ditindaklanjuti oleh KPU bahwa H edit C hasil pilpres tersebut diberikan, ke KPU Kabupaten/kota. Nah ini juga tidak logisnya adalah mengapa diberikan kepada KPU kabupaten/kota, ini meloncat (dari jenjang yang seharusnya dilewati),” tegas Leony.

Dia juga menilai terlalu banyak keganjilan, seperti hasil rekapitulasi suara yang ditampilkan banyak yang tidak berpasangan.

Bahkan pengunggahan C hasil dan formulir D hasil yang tak tuntas dari setiap tahapan rekapitulasi, juga membuat paslon, partai, bahkan peneliti tak bisa mengunduh bukti C hasil tersebut, untuk dapat dilakukan verifikasi bandingan.

“Jadi untuk unggah C hasil itu pelanggarannya terjadi pada kode program, kemudian H edit itu melanggar prosedur keamanan informasi. Sedangkan menutup info numerik itu ada perubahan kode program lagi dan pelanggaran terhadap informasi publik,” tuturnya.

“Lalu unggah C dan D hasil adalah pelanggaran keterbukaan informasi publik. Termasuk terakhir KPU klaim tidak pakai sirekap, itu adalah pelanggaran peraturan dan UU,” tandasnya.
 

Back to top button