Kanal

HET Beras Naik: Konglomerat Makin ‘Tajir’, Petani Tetap Miskin


“Petani harus optimis atau dia tidak akan tetap menjadi petani.” – ujar Aktor asal Amerika Serikat Will Rogers.

Kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium oleh pemerintah tidak menguntungkan petani Indonesia. Kenaikan HET ini justru hanya dinikmati oleh kelompok tertentu seperti konglomerat dan tengkulak.

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), Hendry Saragih mengatakan naiknya HET beras premium hanya dinikmati kalangan konglomerat saja. Petani justru semakin rugi, karena kenaikan HET ini tidak diimbangi dengan naiknya harga pembelian gabah.

Menurutnya, ‘pemain besar’ atau konglomerat untung karena mereka sudah memiliki stok hasil gabah petani yang dibeli harganya sangat rendah. Tercatat Harga Pokok Penjualan (HPP) untuk gabah dari petani sebesar Rp5.000 per kilogram pada tahun 2023.

“Jadi pertama perlu dibilang, yang untung karena kenaikan harga beras ini adalah perusahan-perusahaan yang menguasai pembelian gabah dan mendistribusikan beras itu,” kata Hendry kepada Inilah.com.

Dia menambahkan, kenaikan HET beras juga terjadi saat kondisi belum memasuki musim panen. Sehingga petani tidak mendapatkan dampak positif dari kenaikan tersebut.

Hal ini karena pihak korporasi telah menampung semua gabah dari petani yang tidak diserap Bolog. Pasalnya BUMN pelat merah tersebut baru menampung gabah para petani ketika musim panen, itupun tidak bisa semuanya diserap.

Hendry menilai, jika hasil panen para petani ditampung oleh Bulog, harga jualnya juga sangat murah. “Petani tidak otomatis (untung), karena ketika harga gabah panen raya, harganya murah,” tegasnya.

Lebih lanjut, dia menambahkan, para petani sebelumnya sudah meminta kepada pemerintah untuk menaikkan harga gabah. Permintaan petani ini diakomodir oleh pemerintah, namun kenaikannya tidak signifikan. Padahal HET beras premium sudah naik sebesar Rp14.900/kg dari sebelumnya Rp13.900/kg untuk Pulau Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan.

“Misalkan kita dulu minta harganya Rp6.000 tapi cuma dikabulkan Rp5.000. Sekarang kita usulan Rp7.000 tapi cuma dikabulkan Rp6.000,” katanya.

Selisih harga yang sangat jauh ini membuat kalangan konglomerat ‘pemain beras’ semakin ‘tajir’ usai naiknya HET beras premium ini. Sedangkan nasib para petani tetap tidak berubah dengan permasalah bibit, pupuk hingga harga jual yang tak bisa menutupi semua biaya operasional mereka dalam menggarap lahan.

Selain tidak menguntungkan pihak petani, kenaikan HET beras premium ini juga merugikan masyarakat sebagai konsumen. Bahkan kondisi ini bisa menggerus alokasi belanja konsumen, karena pendapatan masyarakat yang stagnan atau tidak naik.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno mengatakan kenaikan HET ini bisa memicu laju inflasi dan berujung pada daya beli konsumen. Pasalnya beras adalah kebutuhan dasar atau basic needs bagi masyarakat.

Dengan kondisi ini, pemerintah diharapkan bisa melakukan pembenahan agar HET ini bisa dikendalikan.

“Sistem rantai distribusi pangan yang berbelit juga menjadi persoalan yang perlu dibenahi. Jangan-jangan dengan pembenahan rantai pasok distribusi menjadi lebih efektif dan efisien, kenaikan HET beras tidak diperlukan,” kata Suyatno.

Selain itu, YLKI berharap kenaikan HET ini bisa memberikan dampak positif dengan meningkatnya kesejahteraan petani. Sehingga konsumen bisa menerima kenaikan harga beras jika hal ini bisa menyejahterakan para petani.

“Akan lebih fair bagi konsumen, ketika kenaikan HET beras memberikan dampak peningkatan kesejahteraan bagi petani,” kata Suyatno. [Ajat/ Reyhaanah Asya]

Back to top button