News

NU dan Muhammadiyah, Beda tapi Guyub

Perbedaan antara Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah tak perlu diperdebatkan lagi. Kedua organisasi Islam tertua di Indonesia itu semakin dewasa dan memperlihat kuatnya rasa persaudaraan mereka ke publik.

Sejatinya perbedaan di antar keduanya tak pernah jadi permasalahan yang rumit, hanya digoreng saja oleh oknum tak bertanggung jawab. Pada faktanya kedua organisasi ini telah berelasi lama dan senantiasa dinamis tapi tetap kompak.

Dukungan Muhammadiyah terhadap perayaan Harlah Satu Abad NU adalah bukti nyata kekompakan keduanya. Bahkan sebelum acara puncak perayaan, Muhammadiyah sudah aktif berpartisipasi dalam acara Kick Off Harlah Satu Abad NU.

Ini mempertegas bahwa perbedaan yang ada antara Muhammadiyah dengan NU menjadi bagian untuk saling melengkapi dalam berkhidmat selama ini.

Teranyar, Partai Amanat Nasional (PAN) menggelar Simposium 1 Abad NU di Hotel Sheraton, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (18/2/2023). Selain dihadiri Ketum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas), acara tersebut juga dihadiri Ketum dan Sekjen PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dan H. Saifullah Yusuf atau Gus Ipul.

Yang menarik, meskipun membahas mengenai kiprah 1 Abad NU, simposium ini tidak hanya menghadirkan para cendekiawan NU. Hadir sebagai pembicara juga para tokoh dan cendekiawan Muhammadiyah.

Di antaranya Prof. Hilman Latief, Ph.D, Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, Prof. Dr. Euis Amalia dan Ulil Abshar Abdalla. Hadir pula ulama muda Ust. Adi Hidayat, Lc., yang memberikan pidato kunci.

Ini sebuah fenomena yang luar biasa dan patut disyukuri. Mengingat PAN adalah partai politik yang lahir dari rahim Muhammadiyah tapi mau menggelar acara besar khusus untuk NU.

“Ini acara PAN, partai yang lahir dari rahim Muhammadiyah, mungkin banyak yang bertanya mengapa menggelar simposium 1 Abad NU? Kami ingin mensyiarkan bahwa NU dan Muhammadiyah adalah dua sayap garuda yang menjaga NKRI. PAN konsisten memperjuangkan gagasan tengahan yang juga menjadi ruh perjuangan NU dan Muhammadiyah. PAN bukan partai politik identitas.” Kata Zulhas dalam pidato sambutannya.

Zulhas mengingatkan, iklim Demokrasi di Indonesia sudah berjalan 24 tahun lamanya, maka sangat disayangkan bila NU dan Muhammadiyah masih saja meributkan perbedaan yang sejatinya harus dijadikan modal bagi memajukan bangsa bersama.

“Kita mau kemana. Apa kita mau tetap cebong kampret, apa kita mau terus ribut Qunut gak Qunut? Saya kira tidak produktif. Padahal cita-cita kita, kita sudah menorehkan pada 2045, Indonesia menjadi negara maju,” tegasnya.

Ketum PBNU Gus Yahya memberikan apresiasi tinggi kepada Zulhas dan PAN yang menggelar acara ini. Ia menekankan pentingnya menjaga persatuan kebangsaan, ukhuwah wathoniyah.

Di matanya, acara yang menghadirkan 1000-an masyarakat Nahdliyin dan Muhammadiyin se-Jawa Timur ini, sukses menyedot atensi para hadirin. Mereka, tutur dia, antusias menyaksikan guyubnya PAN dan warga Nahdliyin.

“Saya menyampaikan terima kasih banyak kepada PAN, Pak Zul dan PAN sudah ikut menyemarakkan 1 Abad NU dan menyambut abad ke-2 nya. Tapi ini agak paradoks, saya melihat Pak Zul dan pimpinan-pimpinan PAN memakai sarung, sementara saya datang bersama sekjen, bendum dan ketua Lakpesdam NU justru memakai celana. Semoga yang pakai sarung juga pakai celana,” selorohnya, disambut gelak tawa para hadirin.

“Insya Allah di abad ke-2 ini, NU akan terus bersinergi dengan Muhammadiyah. Karena seperti perjalanan bangsa ini, kedua ormas besar ini saling bergandengan tangan dan membesarkan peradaban,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga putri Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid sebut Muhammadiyah sebagai kakak tertua, maka untuk kerja sama NU dengan Muhammadiyah selalu always tidak pernah never

“Muhammadiyah itukan kakak tertua, kakaknya NU jadi kerja sama itu selalu always tidak pernah never. Begitu juga dengan ormas Islam yang lain yang sehaluan dengan maksud dan tujuan syariah itu sendiri,” ungkapnya.

Kolaborasi kedua organisasi ini, kata Alisha, di dalam bidang-bidang sosial kemasyarakatan atau pelayanan kemanusiaan senantiasa terjalin dengan baik, rekat dan kuat. Muhammadiyah dengan NU bersama-sama komitmen dalam merawat Indonesia. “Apalagi terhadap kakaknya ini Muhammadiyah, pasti selalu dan terus dilakukan di berbagai lini,” imbuhnya.

Back to top button