Market

Niat Lanjutkan Kereta Cepat ke Surabaya, Pakar: Belum Ada Urgensinya

Niat pemerintah untuk melanjutkan proyek kereta cepat hingga Kota Surabaya sangat disayangkan banyak kalangan. Sebab dengan kemampuan APBN yang terbatas tidak selayaknya untuk membiayai proyek yang sarat modal. Apalagi sudah banyak alternatif moda transportasi umum yang terdapat di jalur Jakarta-Bandung-Surabaya. Intinya proyek tersebut belum mendesak!

Pada awal dimulainya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung saja tahun 2015, mulanya dari perhitungan anggaran, pemerintah China hanya menyodorkan USD 5,13 miliar sekitar Rp76,95 triliun dengan asumsi kurs Rp15 ribu. Sementara pemerintah Jepang menawar dengan US$6,2 miliar atau setara Rp94,2 triliun. Tentu Indonesia memilih proposal dari pemerintah China.

Namun setelah konsorsium terbentuk, pemerintah China menyampaikan jika anggarannya membengkak US$6,07 miliar yang artinya sebesar Rp91,5 triliun. Tetapi sudah kepalang tanggung, sudah menolak tawaran dari pemerintah Jepang yang hanya Rp76,95 triliun.

Akhirnya Indonesia masuk dalam jebakan anggaran China karena terus membengkak. Pernah membengkak menjadi US$6,07 miliar atau menuju Rp91,5 triliun, bengkak lagi menjadi US$8 miliar atau setara Rp120 triliun di tahun 2021 lalu. Nah, pembengkakan terakhir menjadi US$6,07 miliar menjadi US$8 miliar atau setara Rp120 triliun. US$8,6 miliar atau Rp129 triliun. Saat itu membengkak karena untuk setoran awal, pemerintah saja tidak bisa mengumpulkan Rp4,3 triliun.

“Perlu untuk dipertimbangkan ulang, karena proyek tersebut akan memakan biaya yang tidak sedikit, dan tentunya belum ada urgensi agar Kereta Cepat diperpanjang hingga Surabaya. Mengingat masih banyak moda transportasi yang masih dapat menjadi alternatif masyarakat,” kata peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Yeta Purnama kepada inilah.com, Kamis (7/9/2023).

Dengan pengalaman dari proyek KCJB, jelas pemerintah tidak memiliki anggaran. Apalagi untuk proyek yang jaraknya lebih panjang, hingga ke Surabaya. Sebenarnya proyek yang menelan anggaran yang besar perlu untuk dikaji ulang. Yang pertama penting untuk melihat terkait urgensi proyek tersebut. Pertimbangan lain tentang efektivitasnya, hingga utilitas yang akan dirasakan semua pihak dengan adanya proyek tersebut.

“Jika hal-hal tersebut belum ada, maka proyek mubazir seperti Kereta Cepat Jakarta Bandung tidak seharusnya dibangun lagi, apalagi dalam waktu dekat. Jangan membebani APBN sampai pontang-panting. Jangan sampai juga, ada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang lainnya dengan segudang permasalahan, dibangun oleh pemerintah ke depan,” jelasnya.

Kereta cepat hingga Surabaya memang masih sebatas wacana, meski sudah pernah dibatalkan pemerintah sendiri. Paling tidak setelah ada evaluasi dari KJCB setelah beroperasi secara komersial. Jadi dapat tergambar mulai dari minat penumpang, kemampuan masyarakat dengan tarif tiketnya dan manfaat keekonomiannya sehingga mampu mengembalikan utang.

“Bukannya pesimis untuk menunggu manfaat keekonomiannya, mengingat kita harus menanggung utang dan bunganya yang tinggi, alih-alih mendapatkan manfaatkan ekonomi, kemungkinan nilai ekonomi dari KCJB akan mengalir pada pembayaran beban utang dalam jangka waktu yang panjang,” paparnya. 

Back to top button