Market

Redam Kenaikan Harga Jelang Ramadan, Jabar Pastikan Ketersediaan Bahan Pokok

Jelang Ramadan harga kebutuhan pokok di Jawa Barat (Jabar) menunjukkan tren meningkat, terutama harga beras dan daging. Di sisi lain terjadi penurunan permintaan hingga mencapai sekitar 50 persen. Itu sebabnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat menempuh langkah langkah untuk memastikan ketersediaan barang dengan harga yang terjangkau.

“Biasa pembelian masyarakat sehari sekitar satu kuintal, sekarang jadi 500 (kilogram), menurun hampir setengahnya,” ujar Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum saat mengunjungi Pasar Modern Limbangan, Kecamatan Balubur Limbangan, Kabupaten Garut, Senin (27/2/2023).

Hasil pantauan menunjukkan, selain beras, harga daging pun naik. Sementara permintaan daging justru  menurun hampir setengahnya. Padahal jelang bulan puasa permintaan daging biasanya meningkat.

“Saya juga bertanya ke tukang daging, biasa habis sekian ton, sekarang hampir 60 persen (turun). Artinya, ada penurunan daya beli masyarakat. Termasuk juga bahan atau bumbu makanan. Ini menjelang Ramadan biasanya ada kenaikan permintaan, tapi sekarang malah menurun,” kata Pak Uu.

Menurutnya, Pemdaprov Jabar akan berupaya menambah daya beli masyarakat sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

Hal yang akan dilakukan adalah menjamin ketersediaan pangan terlebih dahulu, sebelum memastikan harga bahan pokok dapat lebih terjangkau oleh masyarakat.

“Jadi jangan sampai (harga) terjangkau tapi barang tidak ada, atau barang ada tapi (harga) tidak terjangkau. Lalu mereka (pedagang) jangan disalahkan harga seperti itu karena mereka hanya mengikuti pembelian. Jangan sampai pemerintah menyalahkan pedagang (harganya mahal), padahal pedagang pasar tidak punya niat (menaikkan harga),” tutup Pak Uu.

Gubernur Wakil Pemerintah Pusat

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta gubernur menjalankan perannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam mengendalikan inflasi. Tugas tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan menggelar rapat bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) maupun bupati/wali kota di daerahnya.

“Karena apa? Kami menyampaikan ini karena kami dua kali turun ke rapat koordinasi di provinsi-provinsi, mohon maaf saya menemukan beberapa provinsi belum pernah ada rapat antara provinsi, kabupaten, dan kota tentang inflasi ini, artinya masing-masing kabupaten/kota bergerak sendiri-sendiri,” ungkap Tito saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (27/2/2023).

Menurut Tito, rapat tersebut penting untuk mengetahui kondisi inflasi, seperti daerah mana saja yang angka inflasinya tinggi serta jenis komoditas apa saja yang menyebabkan naiknya inflasi. Kemudian gubernur juga dapat melakukan koordinasi maupun langkah intervensi untuk mengendalikan inflasi.

“Saya mohon betul kepada rekan-rekan gubernur baik Bapak/Ibu gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, tolonglah paling tidak sebulan (sekali) rapat mengenai inflasi ini, baik dengan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah), Forkopimda, itu ada rapat itu saja sudah bagus. Kemudian sekdanya juga rapat (dengan) Satgas Pangan secara detail dan kemudian tolong rapat juga dengan bupati wali kota,” pinta Mendagri.

Lebih lanjut dia menekankan, agar gubernur dapat membantu kabupaten/kota yang angka inflasinya terbilang tinggi. Upaya ini penting dilakukan, terlebih pemerintah provinsi memiliki kemampuan instrumen berupa keuangan maupun kewenangan untuk membantu kabupaten/kota.

Dia menegaskan, keberhasilan pengendalian inflasi bergantung pada kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga tidak bisa hanya mengandalkan salah satu pihak. Karena itu, pemerintah pusat melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) terus melakukan berbagai upaya pengendalian, yang perlu didukung oleh TPID.

Waspadai Faktor Cuaca

Dalam rangka mengamankan komoditas pangan, kata Tito, Pemda perlu mewaspadai faktor cuaca di tengah musim penghujan saat ini. Terutama untuk komoditas utama seperti beras, bawang merah dan cabai merah. Diperkirakan pada musim penghujan produksi komoditas tersebut akan rendah, sementara permintaan masyarakat tinggi.

“Tentunya menjadi perhatian kita semua, baik pusat maupun daerah, apalagi ini musim penghujan, yang (kemarin) kita perkirakan akan produksi tinggi mulai akhir bulan ini, mulai bulan depan juga, (tapi) karena banyak hujan hidrometeorologi kemungkinan-kemungkinan akan menggangu target (produksi). Belum lagi masalah penjemurannya yang biasanya menggunakan sinar matahari, kalau hujan sulit (ada sinar) matahari,” katanya.

Back to top button