News

MK: Dalil Proporsional Terbuka Distorsi Peran Parpol Terlalu Berlebihan

Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra menjelaskan salah satu dalil pemohon dalam uji materi proporsional pemilu terbuka lantaran sistem tersebut dianggap telah mendistorsi peran partai politik.

“Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi,” ujar Saldi Isra, saat membacakan pertimbangan putusan sidang uji materi sistem proporsional pemilu terbuka, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).

Namun menurut Saldi, dalil yang disampaikan pemohon tersebut sesuatu yang berlebihan. Sebab sesuai dengan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD.

“Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon,” kata Saldi Isra.

Terkait dengan kekhawatiran calon anggota DPR/DPRD yang tidak sesuai dengan ideologi partai, Saldi Isra menjelaskan bahwa partai politik memiliki peran sentral dalam memilih calon yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana, dan program kerja partai politik yang bersangkutan.

Diketahui, Majelis Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka. “Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar hakim MK, Anwar Usman, ketika membacakan putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Sidang pembacaan putusan ini dihadiri oleh 8 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir karena sedang menjalankan tugas MK di luar negeri.

Back to top button