Market

Menteri Arifin Yakin Masa Depan Nikel Masih Cerah


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yakin produksi baterai kendaraan listrik akan tetap mengandalkan komoditas nikel. Meskipun saat ini banyak pabrikan otomotif dunia mulai memilih baterai berbasis Lithium Ferrophosphate (LFP).

Bahkan variasi jenis baterai kendaraan listrik dibutuhkan guna mengakomodasi bertambahnya jumlah pengguna EV ke depan.

“Ya tetap bagus (nikel). Berapa banyak sih LFP, jumlah kendaraan berapa? Kita saja mobil ada 24 juta unit, kemudian 120 jutaan roda dua. Itu kan diserahkan sama konsumen, mana yang kira-kira (cocok),” kata Menteri Arifin di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (16/2/2024).

Apalagi ada wacana Kementerian Perindustrian yang akan membatasi penggunaan kendaraan listrik yang menggunakan baterai berbasis LFP. Walaupun pihaknya belum melakukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian tentang kebijakan tersebut.

Dalam kesempatan itu, Menteri Arifin membantah penggunaan baterai jenis LFP tengah digandrungi oleh produsen mobil listrik global, khususnya yang berasal dari China seperti BYD hingga Wuling.

Salah satu penyebab belum populernya penggunaan baterai berbasis Nickel Mangan Cobalt (NMC) lantaran kegiatan industri baterai di Indonesia belum berjalan. “Untuk LFP, saya juga belum koordinasi. Tapi LFP kan ini udah masuk di Wuling lalu BYD, sekarang udah mengalahkan pasar Tesla,” katanya lagi.

Sebelumnya Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN atau Anies-Muhaimin), Tom Lembong mengingatkan tren harga nikel di pasar global menurun dan berpotensi mempengaruhi bisnis tambang tersebut di Indonesia.

Dia menegaskan pada prinsipnya adalah penurunan harga nikel masih belum selesai, bahkan penurunan harga komoditas ini masih akan berlanjut. “Hati-hati berbicara terlalu dini ya,” kata Tom Lembong saat ditemui usai mengisi sebuah diskusi di kawasan Senayan, Jakarta pada Jumat malam (9/2/2024).

Mantan Kepala BKPM ini memperkirakan, penurunan harga nikel terjadi sampai tahun depan dan bisa untuk dua tahun berikutnya. Kondisi ini akan mempengaruhi masa depan industri smelter maupun tambang nikel di Indonesia.

Back to top button