Market

Menghitung Hari Masa Kampanye, Bisnis Atribut Malah Paceklik

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky menilai, ada gejala ekonomi yang tak lazim menjelang pemilu. Setahun sebelum pesta demokrasi, ada gelontoran dana besar yang masuk ke Indonesia.

Pada semester I-2023, kata Awalil dalam sebuah diskusi daring yang dikutip Selasa (31/10/2023), arus modal asing masuk US$8,95 miliar. Jika semester II diasumsikan sama, totalnya menjadi US$17,9 miliar. Diasumsikan kurs Rp15.000/US$, setara dengan Rp268,5 triliun.

Mungkin anda suka

Angka ini lebih rendah ketimbang 2018, modal asing masuk ke Indonesia mencapai US$44 miliar, sedangkan 2013 sekitar US$36 miliar.

“Nah ini ada apa. Kan banyak orang Indonesia yang simpan duitnya di luar negeri. Menjelang pemilu, mereka biasanya tarik duitnya kembali ke Indonesia. Ini kok tidak, kan aneh,” tuturnya.

Akibatnya, lanjut Awalil, perekonomian di dalam negeri, tidak banyak bergerak. Belanja para calon legislatif masih seret. Menjelang pemilu, industri kaos, sablon, percetakan, bahkan sembako, biasanya panen.

“Kita lihat di lapangan tidak marak baliho atau spanduk-spanduk dari para caleg atau capres. Bisnis kaos, cetakan dan keperluan kampanye, sepi order deh,” ungkapnya.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengakui, bisnis atribut kampanye saat ini, seperti mengalami masa paceklik.

Orderan, menurutnya, boleh dibilang sepi, padahal masa kampanye dimulai pada 28 November ini. Keperluan kampanye seperti kaos parpol, caleg bahkan capres dan cawapres, banyak yang tak laku.

Selain orderan sepi, Redma menyebut, adanya produk impor yang diduga ilegal, membanjiri pasar dalam negeri. Harganya lebih murah ketimbang produk dalam negeri. “Harganya dianggap lebih murah karena masuknya ilegal,” kata Redma.

Jika kaos produk lokal untuk kampanye dibanderol Rp35 ribu, maka produk impor ilegal itu dijual dengan harga Rp25 ribu atau Rp30 ribu. Karena ya itu tadi, mereka tidak membayar bea masuk dan lain-lain.

Pernyataan ini tak main-main, karena Redma mendapat informasi dari salah satu anggota APSyFI. Ditengarai ada gudang khusus yang menyimpan atribut kampanye impor yang ilegal. “Kemarin kami konfirmasi ke teman-teman hilir,” kata dia.

Kondisi saat ini, kata dia, sangatlah beda dibandingkan Pemilu 2019. Di mana, penjualan tekstil mengalami kenaikan 25 persen. Artinya, ada penambahan penjualan sebesar 100 ribu ton produk tekstil secara triwulan, dari angka normalnya, yaitu 450 ribu ton. 
 

Back to top button