Market

Media Asing Soroti Indonesia Buka Lagi Keran Ekspor Pasir Laut, Menguntungkan Singapura!

Sejumlah media asing menyoroti keputusan Indonesia membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah dua dekade dilarang. Langkah itu disebut dapat menimbulkan potensi kerusakan lingkungan dan dianggap turut membantu proyek perluasan lahan di Singapura.

South China Morning Post (SCMP) menulis laporan berjudul ‘Singapura Beruntung setelah Indonesia Cabut Larangan Ekspor Pasir Laut yang Berlangsung 20 Tahun’ pada awal pekan ini.

Di paragraf pertama, media yang berbasis di Hong Kong itu menyoroti bahwa kebijakan tersebut bisa menguntungkan Singapura dan memicu kerusakan ekosistem laut.

“Tindakan ini bisa membantu proyek perluasan di negara tetangga Singapura, tetapi juga memicu kekhawatiran di kalangan pecinta lingkungan soal habitat laut,” tulis SCMP.

Hal senada juga disorot oleh media internasional sekelas Reuters. Kantor berita yang bermarkas di London , Inggris itu menerbitkan artikel berjudul ‘Boon for Singapore as Indonesia scraps ban on sea sand exports‘ di situs web mereka pada Senin (29/5/2023).

Dalam artikel itu disebutkan bahwa Indonesia telah mencabut larangan ekspor pasir laut yang telah berlaku selama 20 tahun. Reuters kemudian menulis, langkah Pemerintah Indonesia itu dapat membantu proyek perluasan lahan di negara tetangga Singapura.

Indonesia sempat menerapkan larangan ekspor pasir laut pada 2003. Empat tahun kemudian, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala itu menegaskan bahwa langkah tersebut untuk melawan pengiriman ilegal.

Sebelum larangan itu muncul, Indonesia merupakan pemasok utama pasir laut Singapura untuk perluasan lahan. Pada 1997 hingga 2002, Indonesia mengekspor pasir laut ke Singapura rata-rata 53 juta ton per tahun.

Media ekonomi Singapura, Business Times, juga turut memberitakan hal serupa. Mereka melaporkan Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura tengah merencanakan dan merancang fase ketiga mega proyek Pelabuhan Tuas. Proses reklamasi diperkirakan selesai pada 2030-an.

Geger ekspor pasir laut ini bermula usai Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan tersebut memungkinkan pengusaha tambang yang punya izin bisa mengumpulkan dan mengekspor pasir laut, asal kebutuhan dalam negeri terpenuhi.

Pada Pasal 9 di PP itu, pelaku usaha diizinkan memanfaatkan pasir laut untuk beberapa keperluan, termasuk ekspor, sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian di Pasal 10, perusahaan harus mendapat izin usaha pertambangan menteri ESDM atau gubernur jika ingin mengekspor dan menjual pasir laut.

Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut untuk ekspor juga wajib mendapatkan perizinan berusaha di bidang ekspor dari menteri perdagangan.

Juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Muryadi menegaskan aturan itu muncul agar penambangan pasir memenuhi standar lingkungan. Ia juga mengatakan ekspor bisa dilakukan jika kebutuhan pasir laut dalam negeri sudah terpenuhi. Namun, keputusan tersebut menuai banyak kritik.

Media Malaysia, The Star, mengutip pernyataan juru kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Parid Ridwanuddin dalam laporan mereka. Parid mengatakan, peraturan tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk membuat ekosistem laut lebih sehat.

The Star juga mencantumkan kritik dari peneliti Greenpeace Afdillah Chudiel yang menggarisbawahi penambangan pasir laut bisa mempercepat krisis iklim. “Ini akan mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil dan abrasi pantai,” ujar Afdillah.

Meski Singapura menjadi sorotan usai muncul PP ini, mereka belum memberikan pernyataan resmi atau tanggapan soal ekspor pasir laut Indonesia. Sejumlah media sudah mencoba untuk menghubungi Kementerian Pembangunan Singapura, namun sejauh ini masih belum mendapatkan respons.

Back to top button