Market

Mau Awasi Perdagangan Aset Kripto, Infrastruktur OJK Diragukan

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira angkat bicara soal aset kripto yang akan diatur Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Aturan itu tersemat dalam draf RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). “Nah ini maunya apa? Karena konsekuensi RUU PPSK itu, aset kripto diawasi dan wajib serahkan laporan ke Bank Indonesia dan OJK. Bank Indonesia sendiri sedang menggarap Central Bank Digital Currency (CBDC). Artinya, aset kripto itu sebagai mata uang, atau tetap sebagai komoditas,” ujar Bhima sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Selama ini, kata dia, aset kripto diatur Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Namun, dalam RUU PPSK, peran Bappebti digantikan BI dan OJK. Dan, aset kripto masuk sebagai Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK).

Bhima menyampaikan, RUU PPSK terkait aset kripto, justru menimbulkan kebingungan. Peren OJK sebagai pengawas aset kripto masih diragukan. Sementara BI tengah menyusun Central Bank Digital Currency (CBDC) atau aturan uang digital. Adanya kekacauan ini, bisa mengganggu iklim investasi di Indonesia. “Kalau digeser ke OJK memangnya sudah ready secara infrastruktur?,” kata Direktur CELIOS

“Jalan tengah memang terbuka. Arah regulasi kripto harus diperjelas. Apakah ke depan masuk ranah OJK. Bagaimana dengan peran Kementerian Perdagangan yang selama ini berfungsi sebagai regulasi perdagangan berjangka. Pertanyaan ini harus segera dijawab dan draf RUU PPSK perlu dirubah total, khususnya bagian aset kripto. Prinsipnya, stabilitas perekonomian dan perlindungan investor harus prioritas,” tutup Bhima.

Back to top button