Hangout

Sejarah Lomba Makan Kerupuk Ternyata Menyedihkan

Ditulis oleh: Kanty Atmodjo

Ada yang menarik dan selalu ditunggu-tunggu saat tibanya momen perayaan kemerdekaan RI, 17 Agustusan, yakni digelarnya berbagai macam perlombaan.

Makan kerupuk adalah salah satu lomba yang difavoritkan alias banyak peminatnya. Karena selain mudah, seru, dan bikin meriah suasana, lomba makan kerupuk bisa dilakukan oleh berbagai usia. 

Lomba makan kerupuk dilakukan dengan cara memakan kerupuk yang digantung tanpa bantuan tangan. Peserta lomba yang paling cepat menghabiskan kerupuknya, maka ia lah yang keluar sebagai juaranya.

Meski seru dan mengasyikan, ternyata lomba makan kerupuk bukan sekadar ajak bersenang-senang saja. Di balik lomba yang seru ini, ada sejarah kelam, filosofi, dan maknanya tersendiri.

Kerupuk jadi Simbol Keprihatinan

Pada era 1930-an hingga 1940-an, kerupuk adalah makanan pelengkap andalan masyarakat Indonesia. Pada masa itu, krisis ekonomi tengah menghantui Indonesia.

Harga kebutuhan yang melonjak tinggi, tidak bisa dijangkau oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Kala itu, kerupuk menjadi makanan terjangkau yang biasa dikonsumsi masyarakat strata sosial dan ekonomi bawah.

Kerupuk pun menjadi identik sebagai makanan rakyat kecil di masa peperangan dan membantu rakyat mengusir rasa lapar yang mendera.

Sejarawan kuliner dan penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia, Fadly Rahman menyebutkan, pada masa agresi militer di tahun 1945 hingga 1950-an, rakyat masih sibuk memperjuangkan kemerdekaan.

Karena kondisi itulah, masyarakat masih tidak sempat merayakan kemerdekaan dengan berbagai kemeriahan.

Hingga akhirnya berbagai perlombaan baru muncul di tahun 1950-an, ketika kondisi politik dan keamanan negara mulai kondusif.

Keterikatan kerupuk dengan masyarakat kaum bawah di masa peperangan tak dapat dipungkiri lagi.

Meski saat ini mengonsumsi kerupuk adalah hal yang biasa, tetapi tidak dengan masa peperangan era 1930-an hingga 1940-an. Keberadaan kerupuk masa itu juga sebagai penyelamat sekaligus simbol keprihatinan.

Menurut berbagai sumber, Sukarno atau Bung Karno, selaku Presiden RI di masa itu, sangat mendukung berbagai kegiatan hiburan rakyat seperti perlombaan untuk merayakan hari kemerdekaan.

Lomba makan kerupuk kemudian dipilih karena kerupuk identik dengan makanan rakyat kecil, terutama saat masa-masa peperangan.

Daya bertahan hidup rakyat Indonesia saat itu menjadi makna yang terus diingat. Hal inilah yang kemudian mendasari mengapa diadakan lomba makan kerupuk setiap perayaan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustusan.

Perayaan HUT RI dengan berbagai macam perlombaan pun pertama kali muncul pada 1950-an. Tujuan dari pengadaan lomba ini adalah sebagai sarana hiburan rakyat Indonesia yang telah bebas dari masa penjajahan dan peperangan.

Pasalnya, kala itu meski sudah merdeka, kondisi negara yang belum kondusif menyebabkan rakyat masih harus mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Inilah mengapa rakyat Indonesia hampir tidak punya waktu untuk merayakan dan menyemarakkan HUT RI.

Hingga pada 1950-an, saat kondisi politik dan keamanan negara mulai kondusif, digelarlah perlombaan dan acara meriah lain sebagai wujud syukur atas kemerdekaan yang sudah diraih.

Filosofi dan Makna di Balik Momba Makan Kerupuk

Lomba makan kerupuk sendiri ternyata memiliki tujuan untuk mengingat kembali masyarakat akan kondisi memprihatinkan saat masa peperangan. Di mana di masa itu, kerupuk sempat menjadi lauk utama masyarakat kaum menengah ke bawah.

Masyarakat Indonesia sudah mengenal kerupuk sejak lama. Nama kerupuk bahkan sudah disebutkan dalam naskah Jawa Kuno sebelum abad ke-10 Masehi.

Menurut berbagai sumber, perang dan kebijakan tanam paksa membuat masyarakat harus memanfaatkan kerupuk sebagai satu-satunya lauk.

Masa itu, masyarakat hanya memiliki tepung singkong sebagai bahan pangan yang terjangkau.

Mereka kemudian mengolah, mencetak, menjemur, dan meggorengnya hingga menjadi kerupuk untuk dikonsumsi sebagai lauk pendamping nasi.

Karena sejarahnya itu, lomba makan kerupuk bertujuan mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa saat masa peperangan, kondisi rakyat saat itu sangatlah memprihatinkan.

Makna lain yang bisa diambil adalah, pelaksanaan lomba makan kerupuk penuh akan tantangan. Karena peserta perlu berjuang agar bisa menghabiskan kerupuk yang digantung tanpa bantuan tangan.

Tantangan tersebut pun diibaratkan sebagai pengingat para pahlawan yang berusaha merebut Indonesia dari penjajahan. Saat itu, para pahlawan mengalami banyak tantangan, bahkan nyawa mereka menjadi taruhan.

Disclaimer: Kanal Penulis Lepas disediakan untuk tujuan informasi umum dan hiburan. Isi dari blog ini hanya mencerminkan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Inilah.com.

Back to top button