Market

MAKI Desak Kasus Ekspor Nikel Ilegal Diserahkan ke Kejaksaan Agung, Ini Alasannya

Meski berani membongkar kasus ekspor bijih nikel ilegal, tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengungkapkan para pelakunya. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyarankan kasus ini diserahkan saja ke Kejaksaan Agung, bila KPK sulit menemukan unsur suap.

Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam mengungkap suatu kasus, Kejaksaan Agung tidak selalu mencari unsur suapnya. Tetapi mencari tindak melawan hukum dan menyalahgunaan wewenang, yang menimbulkan kerugian bukan hanya keuangan negara tetapi juga menimbulkan kerugian pada perekonomian negara.

“Kalau sekarang KPK tidak mampu, karena KPK selalu mencari unsur suapnya dan kalau tidak ketemu unsur suapnya, ya serahkan saja ke Kejaksaan Agung,” katanya kepada inilah.com.

Beberapa kasus yang sudah dibongkar Kejaksaan Agung tidak harus terkait unsur suap. Seperti halnya kasus ekspor tekstil di Batam yang dinyatakan memiliki unsur korupsi. Demikian juga dengan kasus ekspor CPO yang sedang dibongkar Kejaksaan Agung, menemukan unsur korupsi melalui dugaan penyalahgunaan wewenang.

“Mereka itu sudah berpengalaman. Jadi sebenarnya, sebaiknya diserahkan ke Kejaksaan Agung saja. untuk menangani ini. Karena mereka sudah terbiasa menangani kasus korupsi yang merugikan perekonomian negara, sehingga mudah untuk mengkonstruksikan,” katanya yang juga sudah berniat menggugat praperadilan ke KPK bila dalam tiga bulan tidak melakukan penyidikan kasus ini.

alau dalam waktu tiga bulan ke depan, tidak dilakukan penyidikan perkara ekspor ilegal ini, ya kita gugat ke pengadilan,” tegasnya kepada inilah.com, Selasa (26/7/2023).

Boyamin menjelaskan rencana menggugat KPK praperadilan tidak perlu melakukan laporan terlebih dahulu. Sebab dengan data yang dimiliki sudah bisa melakukan penyidikan.

Kasus ekspor bijih nikel ilegal ke China yang terjadi sejak 2020 hingga Juni 2022 mencapai 5,3 juta ton senilai Rp14,5 triliun telah diungkapkan KPK sejak awal Juni lalu. Padahal per 1 Januari 2020 Presiden Joko Widodo sudah melarang praktik ekspor nikel di Indonesia (hilirisasi).

Pengungkapan kasus ini merupakan hasil pemeriksaan KPK terhadap informasi atau data Bea Cukai China tentang data impor bijih nikel dari Indonesia sebanyak 3,4 miliar kilogram dengan nilai mencapai US$ 193 juta (kira-kira Rp2,89 triliun).

Pada 2021, impor bijih nikel oleh China dari Indonesia tetap berlanjut dengan total 839 juta kilogram yang bernilai US$ 48 juta (sekitar Rp 719,52 miliar). Pada 2022, Bea Cukai China melaporkan impor 1 miliar kilogram bijih nikel lagi dari Indonesia.

Back to top button