Market

Lupakan Resep IMF, BI Racik Kebijakan Moneter Sendiri

Sebagai penguasa moneter di Indonesia, Bank Indonesia sudah jera mengikuti arahan kebijakan dari Dana Moneter Internasional atau IMF. BI lebih memilih kebijakan moneter makroprudensial dan fiskal yang lebih membumi.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyebut Indonesia memiliki bauran kebijakan untuk menghadapi ketidakpastian global. Kebijakan ini lebih ampuh dibandingkan kebijakan moneter IMF terkait kondisi ekonomi global.

“Kita tidak peduli dengan pernyataan IMF. Apa yang kita lakukan, kami tahu Anda lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman. Kamu mungkin berpikir lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman,” kata Perry seperti dikutip saat pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governos Meeting (AFMGM) di Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Perry mengatakan, Indonesia memiliki cara sendiri untuk menjaga stabilisasi keuangan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan kebijakan moneter yang sesuai dengan kondisi Indonesia.

Saat ini seluruh negara berkembang tengah, lanjutnya, sedang mengalami tiga masalah kebijakan atau trilema. Ketiganya yaitu nilai tukar, keleluasaan arus modal, dan otonomi kebijakan moneter.

Perry menegaskan, Indonesia perlu menghadapi dampak lanjutan atau spillover global setelah pandemi COVID-19 Namun tetap menjaga stabilisasi keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Gunakan kebijakan moneter, tidak hanya menggunakan suku bunga, tapi juga kebijakan nilai tukar, dan kebijakan pasar keuangan,” tegas Perry.

Perry menilai beberapa negara maju saat ini juga mengalami kesulitan untuk mendorong perekonomian. Ini karena hanya mengandalkan kebijakan moneter satu pintu, seperti Amerika Serikat (AS).

Bahkan, AS terlihat kesulitan untuk meredam inflasi dengan hanya satu kebijakan, yakni menaikkan suku bunga. Tentu Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama, dan sekarang resesi. Eropa inflasi sangat tinggi, FFR katanya akan berakhir, tapi akan ada kenaikan satu atau dua kali lagi.

“Kenapa? Karena hanya menggunakan satu instrumen untuk menyelesaikan masalah. Tidak bisa,” ungkap Perry.

Gubernur Bank Sentral itu menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya berfokus pada framework pengendalian inflasi, tetapi juga melengkapinya dengan kebijakan stabilitas nilai tukar.

“Kita tidak hanya berfokus pada framework pengendalian inflasi, tapi kita juga melengkapinya dengan kebijakan stabilitas nilai tukar dalam beberapa aspek kita perlu capital outflow, tapi Indonesia meminimalisir hal tersebut,” ungkap Perry.

Back to top button