Market

Soal Utang IMF, Menkeu Heran Kok Ramai Lagi!

Menteri Keuangan Sri Mulyani setuju dengan pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, perihal utang Indonesia ke Dana Moneter Internasional (IMF) yang sudah lunas. Ia justru merasa heran, mengapa hal ini kembali muncul ke permukaan.

“Sudah lama banget itu kan (utang Indonesia ke IMF). Itu kan program IMF tahun berapa? 1997-1998 atau 2000 awal, dan waktu itu sudah dilunasi semua,” tegas Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).

Lantas berkaitan dengan permintaan IMF terkait pencabutan larangan ekspor bijih nikel, Sri Mulyani hanya menyebut bahwa Indonesia sudah memiliki kebijakan yang bagus untuk memperkuat industrinya.

“IMF boleh punya pandangan, itu namanya artikel IV-nya mereka, tapi Indonesia punya kebijakan yang tujuannya adalah untuk memperkuat struktur industri dan juga mendorong nilai tambah,” jelasnya.

“Dan dengan keputusan itu, neraca pembayaran kita menjadi makin kuat. Ya harusnya malah makin bagus gitu,” jelas dia.

Saat dilakukan pelunasan, total beban utang Indonesia ke IMF, baik pokok dan bunga mencapai 13,21 miliar Special Drawing Rights (SDR) setara US$23,53 miliar atau sekitar Rp130 triliun. Pembayaran dilakukan sejak 2001 hingga 2006 saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku lega lantaran Indonesia tak punya utang kepada Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Sudah dilunasi era Presiden SBY.

Kata Menteri Bahlil, ada beberapa saran IMF terkait kebijakan perekonomian Indonesia yang tidak sesuai. Sehingga dengan lunasnya utang tersebut, Pemerintah Indonesia tidak perlu ‘merasa tidak enak’ untuk mengikuti arahan IMF.

Pernyataan ini mewakili rasa geram Menteri Bahlil, lantaran IMF meminta Indonesia untuk membuka kembali ekspor bijih nikel. Bahkan melarang Indonesia untuk tidak memperluas larangan ekspor komoditas lain. “Apakah kita harus ikuti gaya IMF yang menurut saya tidak pantas untuk kita ikuti? Meski ada sebagian kebijakannya yang bagus,” tutur Menteri Bahlil, Jakarta, Jumat (30/6/2023) pekan lalu.

“Sampai langit runtuh pun kebijakan hirilisasi akan tetap menjadi kebijakan di masa Presiden Jokowi dan Ma’aruf Amin. Larangan ekspor (mineral mentah) tetap akan dijalankan,” tegasnya.

Dia mengatakan, alasan IMF meminta pemerintah Indonesia mencabut larangan ekspor bijih nikel, sangat tidak sesuai fakta. Misalnya, IMF menyatakan Indonesia akan merugi bila meneruskan pelarangan ekspor nikel mentah, menurutnya, tidak masuk akal sehat.

“IMF mengatakan Indonesia justru akan merugi, ini di luar nalar sehat saya. Dari mana rugi? Justru, hilirisasi menciptakan nilai tambah tinggi di negara kita. IMF mendukung tujuan hilirisasi untuk dorong transformasi struktural, namun IMF menentang kebijakan larangan ekspor. Ini aneh,” ungkapnya.

Diketahui, IMF mendesak Presiden Jokowi mempertimbangkan pelonggaran pembatasan ekspor nikel dan komoditas lainnya. Permintaan itu disampaikan dalam IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia yang dikeluarkan Minggu (25/6/2023).

Back to top button