News

KPU Diminta Rancang Petunjuk Teknis Kampanye di Fasilitas Pemerintah dan Pendidikan

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya memperbolehkan peserta pemilu kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja minta KPU segera atur petunjuk teknisnya.

Hal tersebut, sambung Bagja, diperlukan untuk menentukan metode yang diperbolehkan dalam kegiatan kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan.

Ia pun mencontohkan, apakah boleh berkampanye di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), mengingat tempat tersebut termasuk salah satu fasilitas pemerintah. Untuk itu, ia mendesak lembaga pimpinan Hasyim Asy’ari segera membuat petunjuk teknisnya.

“Nah ini harus diatur teman-teman KPU dengan petunjuk teknis. Misalnya fasilitas pemerintah seperti apa, apakah gedung pemerintahan termasuk fasilitas pemerintah atau bukan. Seperti Istana Negara dan Balaikota. Misalnya Balaikota yang kita takutkan misalnya itu digunakan oleh Pak Wali Kota walaupun tanpa atribut untuk berkampanye,” jelas dia di Jakarta, dikutip Minggu (20/8/2023).

Sepengetahuan Bagja, salah satu teknis yang disebut dalam putusan MK itu adalah memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan sepanjang tidak memasang atribut atau alat peraga kampanye. Namun hal ini mesti dicek lebih jauh lagi.

“Kami lagi cek. Putusannya kan memperbolehkan di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah, tapi tempat ibadah tidak. Itu tanpa atribut kampanye,” ujar Bagja.

Diketahui, MK memutuskan peserta pemilu dapat berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Namun, MK melarang penggunaan tempat ibadah untuk aktivitas kampanye.

Putusan itu diawali dengan pengajuan uji materiil oleh dua warga negara, Handrey Mantiri dan Ong Yenni. Mereka menilai ada inkonsistensi norma terkait larangan kampanye dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah.

Sebab, bagian Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 tentang Pemilu dinilai memberikan kelonggaran terkait larangan tersebut.

“Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan,” demikian bunyi bagian penjelasan itu.

Menurut MK dalam amar putusannya, bagian Penjelasan pasal 280 ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena ambigu. Untuk itu, MK memasukkan bunyi bagian penjelasan itu ke dalam norma pokok Pasal 280 ayat 1 huruf h, kecuali frasa tempat ibadah.

“Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, ‘(peserta pemilu dilarang) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu’,” bunyi penjelasan Pasal 280 Ayat (1) huruf h UU 17/2027 tentang Pemilu yang diputuskan oleh MK.

“Larangan untuk melakukan kegiatan kampanye pemilu di tempat ibadah menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila di tengah kuatnya arus informasi dan perkembangan teknologi secara global,” jelas hakim MK dalam putusannya.

Back to top button