News

KPU Didesak Berlakukan Lagi Aturan Wajib Lapor Sumbangan Kampanye

Komisi Pemilihan Umum (KPU) didesak mengembalikan aturan mengenai Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) bagi peserta pemilu. Pasalnya, LPSDK dinilai tetap diperlukan sebagai instrumen kerja peserta pemilu guna terus meningkatkan derajat akuntabilitas laporan dana kampanye.

“Alih-alih bekerja profesional menerbitkan peraturan yang mendorong terwujudnya pemilu berintegritas sebagaimana perintah Pasal 4 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, KPU justru meniadakan kewajiban peserta pemilu untuk menyusun LPSDK,” kata perwakilan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas Valentina Sagala di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023).

Desakan itu merespons langkah KPU RI menghapus ketentuan LPSDK dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang dana kampanye.

Valentina menjelaskan, proses penyusunan rancangan PKPU Dana Kampanye itu dilakukan oleh KPU dengan membatasi partisipasi publik. Sebab, lembaga yang dipimpin Hasyim Asy’ari itu hanya menggelar uji publik satu hari yaitu pada 27 Mei 2023 dengan pemberitahuan mendadak kepada perwakilan masyarakat sipil.

Padahal, lanjut Valentina, tradisi hukum mewajibkan peserta pemilu untuk menyusun dan melaporkan LPSDK. Hal ini sudah diatur dan diterapkan sejak Pemilu 2014 dan terus diterapkan pada Pilkada 2015, Pilkada 2017, Pilkada 2018, Pilkada 2020, dan Pemilu 2019.

“Uang dalam politik memiliki peran dan fungsi yang penting untuk dipahami. Bagaimana uang dimanfaatkan oleh para calon dalam pemilu untuk mendapatkan pengaruh dan diubah menjadi sumber daya dalam bentuk lain yang dapat digunakan bersamaan dengan sumber daya lain untuk mencapai kekuasaan politik yang juga berpeluang melibatkan dan berimplikasi pada kelompok rentan,” tuturnya.

Valentina memandang, penghapusan kewajiban peserta pemilu 2024 untuk melaporkan LPSDK berpotensi merugikan pemilih, termasuk perempuan. Kerugian juga berpotensi dialami kelompok rentan lainnya seperti pemilih pemula, lansia, disabilitas, komunitas adat, serta melemahkan semangat antikorupsi.

“Perubahan aturan ini bahkan bertentangan dengan semangat menciptakan keteraturan aturan pemilu dan mencoreng rekam jejak KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berintegritas selama ini,” ujar Valentina menegaskan.

Untuk itu, KPU disebut wajib menerbitkan pengaturan teknis pemilu yang mempunyai manfaat. Tujuannya, untuk mewujudkan pemilu berintegritas dan memperkuat pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Termasuk mengembalikan aturan soal kewajiban peserta pemilu menyampaikan LPSDK.

Back to top button