Market

Ketika Dividen BUMN Tembus Rp81,5 Triliun, Keuangan Wika dan Waskita Megap-megap


Tahun ini, Kementerian BUMN boleh berbangga dengan capaian dividen yang tembus 100,9 persen dari target Rp81,5 triliun. Padahal, targetnya sudah dinaikkan dari sebelumnya Rp49,1 triliun. Tapi jangan senang dulu, BUMN karya didera utang jumbo.

“Sebagian besar dividen kan berasal dari laba perbankan, maupun BUMN sektor komoditas. Sementara BUMN karya, masih berdarah-darah. Tentunya tidak bisa diagregasi semudah itu. Ujungnya, kreditur juga akan lihat BUMN secara individual dan sektoral,” kata Bhima Yudhistira, pendiri Center of Economics and Law Studies (Celios) di Jakarta, Senin (18/12/2023).

Selama ini, kata Bhima, BUMN sektor konstruksi masih dipandang berisiko tinggi. Sehingga wajar jika perbankan lebih berhati-hati kita akan mengguyur kredit kepada BUMN karya.

“Saran saya, Kementerian BUMN jelaskan ke publik terkait kinerja BUMN. Minimal secara sektoral. Jadi bukan sekedar menyampaikan angka-angka dividen total,” kata Bhima.

Bhima benar. Terkait kinerja BUMN, jangan lupakan keuangan BUMN karya yang berdarah-darah karena penugasan. Ya, BUMN karya itu mendapat titah membangun banyak jalan tol yang biayanya cukup mahal.

Karena keuangan cekak, mau tak mau, BUMN karya harus ngutang ke mana-mana, termasuk mengeluarkan surat utang. Ada dua BUMN karya yang utangnya cukup gede yakni PT Waskita Karya (Persero/WSKT) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero/Wika) Tbk.

Di bank milik negara atau Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), misalnya, Waskita memiliki total utang atau liabilitas Rp84,31 triliun. Naik 9,20 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Sedangkan WIKA mengakumulasikan utang sebesar Rp56,7 triliun di paruh pertama 2023. Atau naik 3,44 persen dibandingkan semester I-2022 yang mencapai Rp54,81 triliun.

Per 30 Juni 2023, Waskita memiliki perjanjian restrukturisasi induk di BRI sebesar Rp2,64 triliun dan Bank Mandiri senilai Rp4,55 triliun. Serta restrukturisasi utang jangka panjang kepada BNI mencapai Rp7,51 triliun.

Utang WIKA di Himbara memang lebih rendah, yakni senilai Rp6,93 triliun. Di mana, Bank Mandiri menjadi kreditur terbesar dengan nilai Rp3,87 triliun. Disusul BNI sebesar Rp734 miliar dan BRI Rp500 miliar.

Atas jumbonya utang kedua BUMN karya itu, bank-bank pelat merah terpaksa meningkatkan cadangan kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL).

Per Juni 2023, Bank Mandiri kerek cadangan NPL menjadi 304 persen, dibandingkan Juni 2022 sebesar 253 persen. Rasio pencadangan kredit berisiko atau Loan at Risk (LAR) Bank Mandiri juga naik dari 41,8 persen pada Juni 2022, menjadi 48,2 persen pada Juni 2023.

Hal yang sama juga terjadi di BNI yang meningkatkan rasio pencadangan NPL dari 263,3 persen pada Juni 2022, menjadi 308,8 persen pada Juni 2023. Dan, LAR BNI juga naik dari 42,3 persen pada Juni 2022, menjadi 47,1 persen pada Juni 2023.

Dua bank pelat merah lain yakni BRI dan BTN pun tak mau kalah. Sama-sama meningkatkan rasio LAR per Juni 2023. Misalnya, LAR BRI naik dari 48 persen pada 2022, menjadi 48,63 persen pada Juni 2023. Sedangkan LAR BTN, naik dari 20,13 persen pada Juni 2022, menjadi 22 persen pada Juni 2023.

Paling anyar, Wika mengalami gagal bayar atas sukuk mudharabah berkelanjutan tahap I. Atas perkembangan ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyetop sementara perdagangan saham (suspensi) Wika di lantai bursa.

Pada 2 Oktober 2023, Waskita mengalami hal serupa yakni gagal membayar utang senilai Rp941 miliar. Utang itu berupa obligasi berkelanjutan III Waskita Karya tahap III Tahun 2018 Seri B. Adapun surat utang itu memiliki tingkat bunga (kupon) sebesar 9,75 persen per tahun, dengan masa jatuh tempo 28 September 2023.

 

Back to top button