News

Keterlibatan Tidak Signifikan, Anak Muda Cenderung jadi Komoditas Politik di Pemilu

Direktur Lembaga Pemilu dan Demokrasi Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Yayan Hidayat menilai keterlibatan generasi muda dalam dunia politik tidak terlihat begitu signifikan. Hal ini yang kemudian memunculkan asumsi publik bahwa peran generasi Z dan milenial hanya sebatas atribut politik untuk mendongkrak suara mereka.

“Menjadi catatan penting adalah saya melihat bahwa dalam bahasa, setidaknya dalam dua kali pemilu, anak muda ini cenderung dijadikan komoditas politik,” kata Yayan dalam acara rilis survei Indikator Politik Indonesia secara virtual, Jakarta, Minggu (23/7/2023).

Menurutnya, dengan membawa isu penting yang permasalahan generasi muda, seperti isu ekonomi dan lapangan pekerjaan, menjadi senjata pamungkas elit politik dalam menampung simpatisan mereka. Khususnya bagi generasi Z yang mulai mendominasi suara pemilih.

“Artinya ketika banyak calon presiden kemudian yang memainkan tadi, khususnya isu ekonomi pekerjaan, tentu akan mendapatkan porsi yang lebih besar,” jelas Yayan.

Akan tetapi, Yayan menyayangkan adanya regulasi pembatasan usia bagi generasi muda yang ingin menjalankan politik praktis mereka. Menurutnya, ini yang menjadi salah satu faktor mengapa tidak ada perubahan yang begitu berarti dalam dinamika politik.

“Artinya berbanding terbalik dengan jumlah demografi atau demografi politik anak muda sekarang,” ungkap Yayan.

Dominasi pemilih generasi muda yang berada diatas 50 persen seharusnya selaras dengan ketersediaan ruang-ruang politik bagi mereka. Ini menjadi penting sebagai fasilitas bagi mereka untuk mengekspresikan gagasan atau ide-ide mereka dalam membangun bangsa.

“Keterlibatan anak muda ini penting untuk tadi menyelamat dalam konteks menyelamatkan demokrasi, paling tidak memastikan bahwa penyelenggaraan pemilu 2024 itu dapat berkualitas,” pungkas Yayan.

Back to top button