Hangout

Kenali 7 Suku Papua Barat yang Masih Kental dengan Mitos dan Kebudayaannya

Terkenal dengan wisata alamnya yang sangat indah, Papua menjadi salah satu destinasi yang banyak diincar oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara. Di Papua terdapat lima provinsi salah satunya Papua Barat yang memiliki luas wilayah sebesar 61.073 km2.

Berdasarkan sensus 2020 lalu, Papua Barat terdiri dari tujuh kabupaten dengan ibu kota Manokwari dengan jumlah penduduk sebanyak 981.822 jiwa.

Provinsi ini memiliki batas geografis yakni Samudera Pasifik di Utara, Laut Seram di Barat, Laut Banda di Selatan, dan provinsi Papua di Timur.

Selain itu, provinsi ini juga memiliki sumber daya alam yang berlimpah seperti perkebunan, pertambangan, hasil hutan, dan eko-wisata. Sementara itu, di Kabupaten Raja Ampat, mutiara dan rumput laut merupakan barang pokok dalam perdagangan dan di kabupaten Sorong Selatan merupakan satu-satunya penghasil kain tenun tradisional yang unik disebut baju timor.

Beragam Suku Papua Barat

Suku Papua Barat
Foto: Wikimedia

Terdapat tujuh kabupaten dalam wilayahnya, menjadikan Papua Barat memiliki ragam suku di dalamnya yang memiliki karakteristik dan kebiasaan dalam menjalani kehidupannya masing-masing, seperti berikut ini.

1. Suku Mansim

Suku yang mendiami sebagian besar kawasan di Kecamatan Manokwari ini, memiliki bahasanya sendiri yakni bahasa Mansim.

Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, bahasa Mansim Borai dituturkan oleh beberapa orang di Kampung Anday dan Mupi, distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.

Sebelumnya, penutur atau pengguna bahasa ini tinggal di Kampung Maruti, daerah Gunung Kapur, namun pada 1976 terjadi banjir dan mereka berpencar ke Andai, Arfai, dan Muni.

Setelah kejadian tersebut, bahasa ini termasuk salah satu bahasa di Papua yang terancam punah karena penggunanya hanya tersisa empat orang.

Bahasa Mansim merupakan bahasa tersendiri yang berbeda dengan enam bahasa lainnya di Papua Barat, yakni bahasa As, Seget, Kaporam Inora, Irires, dan Numfor (Mansinam).

Sementara itu, saat ini belum diketahui pasti berapa jumlah populasi Suku Mansim, namun pada tahun 1970-an, diperkirakan ada sekitar 1000 orang.

2. Suku Meiyakh

Merupakan salah satu suku asli Papua Barat yang masih dalam sub suku Arfak, suku Meiyakh mendiami kota Manokwari yang mayoritas bermukim di dua Kecamatan Manokwari dan Kecamatan Merdei.

Suku Meiyakh memeluk agama Kristen Protestan dan menghormati pemuka agamanya. Mayoritas Ā mata pencaharian suku ini adalah berladang dan berkebun membudidayakan berbagai tanaman.

3. Suku Arfak

Suku Papua Barat Menarikan Tari Khas
Foto: YoTube/ Danang WR

Suku Arfak adalah suku terbesar di Provinsi Papua yang memiliki beberapa sub suku seperti Moule, Meyah (Meiyakh), Moskona, Mansim Borai, Kebar-Karon Timur, Sough dan Hatam.

Suku Papua Barat ini mendiami wilayah adat mulai dari Tembuni, Bintuni, Merdey, Meyah, Moksona, Testegam Anggi, Sururey, Isim, Ransiki, Minyambouw, Warmare, Manokwari, Pantai Utara Manokwari, dan daerah lainnya di Kabupaten Teluk Bintuni dan Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat.

Dalam budaya masyarakat suku Arfak terdapat struktur adat yang terdiri dari Andigpoy (Kepala Adat), Pinjoydig (pembantu tugas kepala adat), Pinjoi Piley (pelaksana tugas). Semua elemen ini harus menjalankan tugasnya sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut.

Suku ini memiliki seni tari khas yakni Tari Tumbuk yang dikenal dan ditarikan oleh semua suku yang tinggal di kawasan Pegunungan Pegaf.

Jika tarian ini dilakukan di jalan tarian ini dinamakan Tari Tambuk Tanah, sedangkan jika dilakukan di sekitar rumah, tari ini disebut dengan Tari Tambuk Rumah.

Diiringi dengan syair, tari ini bercerita tentang tanaman, cara berkebun, sejarah suku Arfak mulai dari kepercayaan hingga peperangan yang pernah terjadi.

4. Suku Irarutu

Tersebar di pantai serta pegunungan di tiga kabupaten yakni Kabupaten Teluk Bintuni, Kaimana, dan Fakfak, suku Irarutu identik dengan cinta kasih, toleransi, pluralisme, dan kemanusiaan.

Hal itu disebabkan karena sebelum dan sesudah agama disebarkan di pesisir Teluk Arguni, Teluk Bintuni, dan Fakfak masyarakat suku ini sangat terbuka dengan setiap perbedaan, hidup berdampingan dengan harmonis bersama saudara yang berbeda keyakinan.

Yang menariknya, suku Irarutu memiliki rumah adat bernama Sirus yang merupakan tanda bahwa masyarakat suku ini hidup beradab dan beradat.

Sirus terdiri dari satu lantai yang luas dengan atap yang dibuat dari daun-daun sagu, dinding dari gaba-gaba, papan atau pancangan kayu, dengan ciri khas desain berbentuk rumah panjang dengan satu pintu utama di depan (kadang dua, satu di depan dan satu di belakang).

5. Suku Kuri

Tidak seperti suku sebelumnya, suku Kuri memiliki jumlah warga yang tidak terlalu banyak yakni hanya lima kampung saja. Semua masyarakat suku Kuri menempati satu distrik di Papua Barat yang disebut dengan distrik Kuri.

Suku Kuri sebagian besar mendiami Kabupaten Kaimana Papua Barat dengan masih berburu di hutan meski sudah menerapkan hidup modern.

Menurut kepercayaan masyarakat adat setempat, suku Kuri berasal dari moyang yang digambarkan dengan seorang manusia bertubuh besar atau dalam istilah Bahasa Indonesia Panglima Besar.

6. Suku Maybrat

Menempati kawasan Kabupaten Maybrat, suku Maybrat merupakan salah satu suku asli Provinsi Papua Barat. Mereka tinggal di kecematan Ayamaru, Teminabuan, Aitinyo, dan Aifat di kota Sorong.

Suku Maybrat memiliki kepercayaan bahwa orang meninggal akan menjelma menjadi hewan-hewan seperti burung hitam, kelelawar yang mendiami tempat-tempat seperti gua, pohon besar, sumur tua, dan sebagainya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, suku Papua Barat ini memiliki mata pencaharian sebagai petani yang membudidayakan berbagai jenis tanaman seperti ubi-ubian, pisang, dan lainnya.

7. Suku Wamesa

Merupakan suku asli Provinsi Papua Barat, suku Wamesa ikut mendiami kawasan di Kabupaten Teluk Bintuni. Lokasi tempat tinggal suku ini berada di sekitar aliran-aliran sungai Wasian yang berada di Kecamatan Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni.

Dalam berkomunikasi, mereka memiliki bahasa sendiri yakni menggunakan bahasa Wamesa yang merupakan bahasa non-Austronesia.

Untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, suku iniĀ  meramu sagu dan menangkap ikan di sungai dekat dengan pemukimannya.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button