News

Apoteker Sebut Banyak Faktor Penyebab Gagal Ginjal Anak, Tidak dari Obat Saja

Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof. Keri Lestari mengatakan banyak faktor yang jadi penyebab penyakit gagal ginjal pada anak. Sebab kasus gagal ginjal ini tidak hanya akibat kandungan zat pada obat saja melainkan ada faktor eksternal.

“Sebetulnya kita merunut lah, intinya kalau ada anak yang kemarin dilihat di rumah sakit bisa jadi karena ini, tetapi kita tidak berhenti disini, kita harus melihat hal-hal yang lain. Bahwa terjadinya keracunan itu bisa terjadi oleh single drug karena ada kontaminan atau bisa juga terjadinya karena interaksi obat,” kata Keri dalam diskusi yang diadakan oleh MNC Trijaya dengan tema Polemik Misteri Gagal Ginjal Akut pada Sabtu (22/10/2022).

Dia menjelaskan untuk memastikan anak terkena penyakit ginjal bisa dilakukan dengan beberapa tahapan salah satunya memeriksa sampel darah hingga urin pasien.

Selanjutnya, pemeriksaan lebih lanjut dengan menguji kandungan zat etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dengan menggunakan gas kromatografi. Pemeriksaan ini untuk memastikan seberapa besar paparan zat tersebut pada tubuh pasien.

“Kemudian ternyata dalam beberapa anak ada EG dan DEG nya, kemudian si obatnya dikumpulkan, itu keterangan dari pak menkes begitu ya. Obatnya dikumpulin, awalnya ada 154, jadi 102, kemudian dikirim ke BPOM dan dilihat, memang saat ini ada yang baru secara kualitatif ada EG atau tidak ada EG,” terang Keri.

Lebih lanjut, Keri menyarankan pemerintah untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap obat-obatan yang diduga sebagai penyebab penyakit gagal ginjal akut. Sebab banyak faktor yang bisa menyebabkan penyakit gagal ginjal tersebut selain dari zat yang terkandung di dalam obat.

“Karena interaksi obat juga kalau dia masuk ke interaksi obat merger itu juga bisa menyebabkan kerusakan organ kalau tidak cepat ditangani, atau juga ada faktor interaksi obat dengan makanan. Jadi memang PR-nya masih panjang ya, masih harus menelisik dari berbagai sektor,” sambungnya.

Meski telah diteliti secara kualitatif, Keri tetap meminta kepada pemerintah dan BPOM untuk juga melakukan penelitian dari segi kuantitatif.

“Namun kami juga menyarankan dilihat tidak hanya kualitatif, dilihat kuantitaifnya kayak apa, karena kalau kuantitasnya ada tapi di bawah ambang batas, itu tidak masalah,” sambungnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button