News

Kemenkes: Pneumonia Misterius China Tidak Berbahaya Seperti COVID-19

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menegaskan penyakit pneumonia misterius yang mewabah di China merupakan penyakit penyebab umum infeksi saluran pernapasan sebelum COVID-19. 

Namun, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Direktur Imran Pambudi menjelaskan pneumonia misterius ini virulensinya tidak setinggi yang disebabkan oleh patogen penyebab pandemi COVID-19.

“Kalau COVID-19 itu kan punya pendek inkubasinya kalau mycoplasma ini cukup lama durasinya,” terang Pambudi, saat temu media virtual, Jakarta, Kamis (30/11/2023). 

Dengan hal demikian, kelompok anak-anak paling berisiko tertular penyakit ini. Hal ini pula yang terjadi di beberapa wilayah Tiongkok beberapa pekan belakangan ini.

“Terutama muncul pada saat perubahan musim dan kalau dilihat juga dari informasi yang didapat di China ini peningkatan pneumonia terjadi pada anak 3-5 tahun. Dan yang terakhir, penyebab terakhirnya adalah adenovirus dan RSV sebagai penyebab beberapa tahun terakhir,” paparnya.

Adapun penyebab penyakit pneumonia misterius kerap ditemukan pada anak-anak lantaran saluran pernapasan mereka yang lebih pendek dibandingkan orang dewasa.

“Jadi infeksi yang terjadi di saluran pernapasan atas akan lebih mudah masuk ke jaringan paru karena dia pendek,” pungkasnya.

Pneumonia Misterius Berpeluang jadi Pandemi?

Pambudi tidak menampik kekhawatiran banyak pihak terkait penyakit pneumonia misterius yang mewabah di China, menjadi pandemi berikutnya.

Namun Pambudi menegaskan bahwa patogen dari penyakit pneumonia yang dipicu oleh infeksi mycoplasma pneumoniae ini memiliki periode inkubasi yang cukup lama.

“Jadi kalau tadi kami sampaikan bahwa mycoplasma pneumoniae ini itu masa inkubasinya panjang, ya. Jadi dengan masa inkubasi panjang, biasanya virulensinya juga tidak separah virusnya,” kata Pambudi.

“Dan kalau kami ketahui memang pandemi itu lebih sering disebabkan oleh patogen yang virulensinya itu tinggi, ya. Jadi kita tidak menutup kemungkinan apakah bisa menjadi pandemi,” sambungnya. 

Back to top button