Market

Kejagung Bidik Airlangga, Inilah Kebijakan Atasi Kelangkaan Migor Tahun 2021-2022

Kelangkaan minyak goreng pada tahun 2021-2022 telah memunculkan berbagai kasus di balik kebijakan pemerintah dalam mengatasi kondisi tersebut. Kasus di kebijakan tersebut lah yang saat ini membuat Kejaksaan Agung merencanakan untuk memeriksa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Apa saja kebijakan dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng saat itu?

Kelangkaan minyak goreng (migor) mulai dirasakan sejak awal Oktober 2021. Kelangkaan tersebut memicu harga migor melambung tinggi mencapai Rp15.550 per kilogram. Harga migor kian melambung hingga Rp18.550 per kilogram masuk tahun 2022. Bahkan harga tertinggi pernah mencapai Rp21.150 per kilogram.

Kenaikan harga minyak goreng, dipicu dengan melambungnya harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar dunia menjadi US$1.340/MT atau setara dengan Rp19.291.243. Penyebabnya karena produksi minyak nabati dunia anjlok 3,5 persen di tahun 2021 yang memicu terganggunya pasokan minyak mentah untuk olahan minyak lainnya.

Dengan melambungnya harga migor, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru. Tujuannya mengurangi beban masyarakat yang saat itu sedang terpapar virus Covid-19.

Berikut kebijakan pemerintah selama mengatasi kelangkaan migor tahun 2021-2022.
Pada 10 Maret 2022, Mendag Muhammad Lutfi menaikan kapasitas domestic market obligation (DMO) untuk CPO atau bahan baku minyak goreng sebesar 30% dari yang sebelumya 20%.

Kebijakan Kementerian Perdagangan terkait DMO serta DPO sebagaimana diatur dalam permendag No.8 tahun 2022 adalah kebijakan jangka panjang. Alasan dinaikkannya kapasitas DMO menjadi 30% mengingat tingginya kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.

Kemendag juga mengeluarkan kebijakan tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng melalui Permendag No.6 tahun 2022 tetap dipertahankan dan akan diperkuat lagi. Untuk HET minyak goreng curah Rp11.500/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000/liter.

Namun, pada Kamis, 17 Maret 2022, pemerintah mencabut ketentuan DMO dan DPO bagi minyak sawit. Sebagai gantinya, pemerintah menaikkan tarif pungutan ekspor CPO dan produk turunannya.

Sedangkan harga harga batas atas semula CPO dan produk turunannya adalah 1.000 dolar AS per ton. Kini, harganya menjadi 1.500 dolar AS per ton. Sementara itu, batas atas pungutan ekspor dan bea keluar CPO naik ke angka 675 dolar AS per ton, dari harga 375 dolar AS per ton.

Kebijakan selanjutnya adalah mulai 28 April 2022 pukul 00.00 WIB, pemerintah resmi menerapkan kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), minyak sawit merah atau red palm oil (RPO), palm oil mill effluent (POME), serta refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan used cooking oil. Pemerintah juga akan menindak tegas pihak-pihak yang melanggar aturan ini.

Kebijakan pelarangan ini diterapkan hingga tersedianya minyak goreng curah di masyarakat seharga Rp14 ribu per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

“Kebijakan ini diberlakukan untuk memastikan bahwa produk CPO dapat didedikasikan seluruhnya untuk ketersediaan minyak goreng curah dengan harga Rp14 ribu per liter terutama di pasar-pasar tradisional dan untuk UMK (usaha mikro kecil),” ujar Menko Airlangga Hartarto seperti mengutip laman resmi setkab.go.id, pada 27 April 2022 lalu.

Untuk mengawasai kebijakan ini maka dikerahkanlah Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan dan Polri melalui Satuan Tugas Pangan akan menerapkan pengawasan yang ketat. Pengawasan akan dilakukan secara terus-menerus termasuk dalam masa libur Idul Fitri 2022.

Back to top button