News

Kang Emil Bantah Bohongi Publik Soal Anggaran Masjid Al-Jabbar

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membantah tuduhan yang menyatakan bahwa dirinya telah melakukan kebohongan publik terkait anggaran pembangunan Masjid Al-Jabbar. Ia menegaskan, tidak pernah mengeluarkan data teknis soal angka keseluruhan pembangunan masjid itu.

“Gini, saya tidak pernah menyatakan teknis, masyarakat yang secara populer menyebut 1 triliun. Jadi saya sampaikan kalimat populernya soal anggaran berapa ya mungkin lebih dari itu satu T (Rp1 triliun),” ucap Kang Emil, sapaan akrabnya, di Gedung Sate, Bandung, akhir pekan ini.

Sebelumnya, Beyond Anti-Corruption (BAC) mempersoalkan ketidaksesuaian nilai pembangunan masjid tersebut dan mensiyalir adanya dugaan praktik korupsi. Tak tanggung-tanggung, BAC bahkan mengaitkannya dengan kolusi dan nepotisme.

Merespon tuduhan itu, pria yang juga akrab disapa RK ini mengatakan itu hak dari pribadi masing-masing menilainya seperti apa. “Orang melihat Al-Jabbar dengan perspektif yang masing-masing (miliki),” kata RK.

Kang Emil, bahkan menyatakan, jika dirinya mau dilaporkan sekalipun tentang dugaan adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, ia mengaku tidak keberatan. “Asalkan data, fakta dan buktinya jelas. Mau dilaporkan ada korupsi, silahkan, selama ada buktinya,” timpal dia.

Ridwan Kamil mewanti-wanti untuk tidak membuat persepsi dengan kalimat sendiri tanpa bukti. “Bahwa Al Jabbar terjadi hal-hal negatif dari segi anggaran, sok mana buktinya?” tantang RK menanggapi temuan pegiat antikorupsi tersebut.

RK juga menyinggung soal kelebihan bayar anggaran Rp300 miliar, yang menurutnya angka itu merupakan kesalahan tulis. RK mengklarifikasi jika kelebihan anggaran hanya Rp300 juta.

“Dan sebenarnya Rp300 juta itu sudah dikembalikan,” kata RK memaparkan dengan sendirinya tanpa ditanya tentang kelebihan anggaran dimaksud.

Polemik pembangunan Masjid Al Jabbar telah mendorong BAC melakukan penelusuran anggaran (expenditure tracking). Koordinator BAC Dedi Haryadi mengungkapkan, biaya pembangunan masjid yang digagas Ridwan Kamil itu lebih dari yang disampaikan oleh Gubernur Jabar Rp1 triliun.

Dedi mengatakan, untuk melakukan pembebasan tanah di Gedebage, setidaknya Pemprov Jabar harus mengeluarkan dana sebesar Rp450 miliar. Sementara untuk pembangunan konstruksi, kelengkapan, aksesoris masjid menelan dana setidaknya Rp1,2 trilun.

Menurut Dedi, total dana yang dipergunakan untuk membangun Masjid Al Jabbar sebenarnya melebihi klaim Gubernur Jabar selama ini. Dari data tersebut, Dedi menduga adanya unsur kebohongan publik yang dilakukan oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam pembangunan Masjid Al-Jabbar.

“Kami mengakui data yang dihimpun BAC belum tentu benar. Agar dugaan kebohongan publik ini dapat terungkap, BAC mendesak agar Pemprov Jabar membuka kepada publik dana pembangunan Masjid Al Jabbar,” ucap Dedi.

Jangan sampai, sambung dia, gubernur memberikan informasi yang menyesatkan kepada masyarakat mengenai pembangunan Masjid Al-Jabbar. “Selain itu kami juga mendesak agar BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dapat segera melakukan audit investigasi terhadap seluruh proyek pembangunan Masjid Al Jabbar. Tujuannya agar adanya transparansi anggaran,” papar dia.

“Kebohongan publik tentu mencederai kepercayaan yang telah masyarakat Jabar berikan ke Ridwan Kamil. Selain itu kebohongan publik ini tentunya dapat mengurangi kredibilitas Ridwan Kamil sebagai pejabat publik dan mengurangi kredibilitas pemerintahan Pemprov Jabar,” kata Dedi.

Selain menuding Ridwan Kamil melakukan kebohongan publik, BAC menduga dalam pembangunan Masjid Al Jabbar ini juga ada unsur KKN. Dugaan BAC tersebut salah satunya adalah adanya penunjukan langsung salah satu vendor pembangunan Masjid Al Jabbar.

Salah satu pemenang tender, yaitu PT Sembilan Matahari menurut dugaan Dedi ditunjuk langsung oleh Pemprov Jabar. Sembilan Matahari memenangkan salah satu proyek pembangunan Masjid Al-Jabbar ini sebesar Rp15 miliar dari pagu sebesar Rp20 miliar.

Penetapan pemenang yang dilakukan oleh Pemprov Jabar ke PT Sembilan Matahari dikatakan Dedi tak melalui proses tender melainkan dengan sistem penunjukan langsung. Memang Pemprov Jabar sudah melakukan tender dua kali.

Namun Dedi menduga ada unsur kesengajaan sehingga tender tersebut digagalkan hingga dua kali dan menunjuk Sembilan Matahari sebagai pihak yang ditunjuk langsung untuk mengerjakan salah satu proyek pembangunan Masjid Al-Jabbar.

Padahal dalam aturannya, untuk penunjukan langsung maksimum anggarannya adalah Rp200 juta.

Lanjut Dedi, pengalaman memperlihatkan korupsi di sektor konstruksi melibatkan praktik KKN berupa pemberian suap dan atau pemberian dana kick back atau succes fee. Besarnya suap atau dana kickback atau sucees fee bisa mencapai 10-15 persen dari total nilai proyek.

Dedi menduga ada kemungkinan praktek tersebut terjadi dalam pembangunan Masjid Al-Jabbar.

“Kelihatan sekali ada unsur favoritism. Sebab direktur Sembilan Matahari, yaitu Àdi Panuntun, punya hubungan primordial dengan Ridwan Kamil. Selain itu Àdi Panuntun juga menjadi ketua Bandung Creative City Forum (BCCF). Lembaga itu dibentuk oleh Ridwan Kamil,” papar Dedi.

Setelah beberapa data berhasil diverifikasi, BAC dalam waktu dekat akan memberikan informasi dugaan KKN dalam proyek pembangunan Masjid Al Jabbar ini ke Kejaksaan Agung. Dedi melihat kinerja dan prestasi Kejaksaan Agung dalam mengungkap korupsi saat ini jauh lebih bagus dari KPK.

“Unsur permainan di tendernya sudah nampak terang benderang. Namun untuk melaporkan ke Kejaksaan Agung harus melampirkan bukti permulaan yang cukup. BAC tengah mengumpulkan data yang cukup sebelum memberi laporan ke Kejaksaan Agung. Semoga dalam beberapa pekan ke depan sudah bisa masuk ke Kejaksaan Agung. Tujuannya agar dapat segera menyelidiki dugaan KKN ini,” imbuh Dedi.

Back to top button