News

Jokowi Cawe-cawe Pilpres Tuai Polemik, PKS: Menyalahi Kaidah Demokrasi

Pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) cawe-cawe di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menuai polemik. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun turut mengkritisi dengan menyebut Presiden Jokowi tak pantas melontarkan pengakuan tersebut.

“Menyalahi kaidah demokrasi. Presiden harusnya netral dalam penyelenggaraan pemilu. Ia tidak boleh ikut campur dalam urusan dukung mendukung atau jegal-menjegal salah satu kandidat,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).

Dia menjelaskan, sebagai seorang Presiden, Jokowi cukup sebatas menjamin pemilu terselenggara sesuai jadwal secara jujur dan adil (jurdil). Selain itu, politikus PDIP itu disebut harus memahami setiap pemerintahan memiliki masa berkuasa.

Oleh karena itu, kata Muyanto menegaskan, Presiden Jokowi harus menghormati mekanisme pergantian kekusaan dengan legawa.

“Kalau Presiden cawe-cawe terlalu jauh sama saja mengkhianati demokrasi. Ini utamanya soal partisipasi publik dan otoritas partai. Biarkan publik dan partai, berdaulat menentukan siapa yang berhak melanjutkan kursi kepemimpinan nasional,” tegasnya.

Di sisi lain, Mulyanto menilai Jokowi terlihat mulai panik akan popularitas dan elektabilitas capres Koalisi Perubaan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan yang terus meningkat. Jokowi pun meyakini eks Gubernur DKI Jakarta tersebut merupakan figur capres yang tidak bisa diandalkan untuk melanjutkan program-program yang sedang dijalankan.

“Karena itu, untuk mengamankan program yang sudah dijalankan Presiden merasa perlu cawe-cawe mendukung capres selain Anies Baswedan,” jelasnya.

Tak hanya itu, Mulyanto menilai bahwa Presiden Jokowi sudah cawe-cawe terlalu jauh. “Bahkan cenderung norak dan memalukan. Hal tersebut ditandai dengan adanya mobilisasi seluruh lembaga negara untuk mendukung sekaligus menjegal salah satu kontestan pemilu. Di antaranya melalui MK dan MA,” imbuh dia.

“Kita menginginkan publik partisipatif terhadap demokrasi yang berlangsung. Mereka kan subyek bukan sekedar obyek demokrasi,” sambungnya.

Oleh karena itu, Mulyanto mengingatkan, jangan sampai aspirasi publik tidak dapat terkelola dengan baik dalam Pilpres 2024. “Kita tidak ingin demokrasi yang menutup aspirasi dan partisipasi publik dan mengokohkan sosok partai yang otoriter dan berkarakter dinasti,” ujar Mulyanto.

Back to top button