News

Jika MK Kabulkan Gugatan Usia Capres-Cawapres Dianggap sebagai Instrumen Politik dari Kekuasaan

Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman menyoroti Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutus perkara gugatan terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden menjelang Pemilu 2024.

Airlangga menyebut jika MK mengabulkan gugatan itu maka lembaga tersebut bisa dianggap sebagai instrumen politik dari kekuasaan. Apalagi, sosok Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka yang disebut-sebut akan “dipinang” menjadi bakal cawapres itu adalah anak dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Maka, sorotan juga akan berpengaruh pada muruah Presiden Joko Widodo yang akan dianggap oleh publik menggunakan lembaga MK bagi strategi kekuasaannya,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Oleh karena itu, dia menyarankan bila MK mengabulkan gugatan tersebut, maka hendaknya disertai catatan bahwa keputusan tersebut berlaku setelah Pilpres 2024.

“Sehingga, MK tetap dapat menjaga integritasnya dan tidak terseret oleh pusaran kekuasaan dalam kontestasi elektoral Pilpres 2024,” ujar Airlangga.

Menurut Airlangga, tidak dapat dipungkiri bahwa gugatan terkait batas usia capres dan cawapres mudah dihubungkan dengan kepentingan politik kelompok tertentu.

Salah satunya, lanjutnya, terkait dengan sosok Gibran yang muncul kabar bakal dilamar menjadi bakal cawapres oleh salah satu kandidat capres untuk Pilpres 2024.

Airlangga pun berharap MK mempertimbangkan posisi lembaga itu sebagai pelindung utama konstitusi (guardian of constitution). Oleh karena itu, dia mengingatkan para hakim MK harus bebas dari kepentingan politik dalam mengambil keputusan.

“Mengambil kebijakan yang langsung berhubungan dengan kontestasi antarkekuatan politik dapat mengundang kritikan terkait dengan dimensi etik, seperti imparsialitas. Dalam konteks ini, maka yang dipertaruhkan adalah muruah dari Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.

Back to top button