Hangout

Jeratan Pasal Pemalsuan Dokumen, Bisa Dipenjara hingga 8 Tahun

Anggota Komisi I DPR RI dari PDIP Ismail Thomas ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen perjanjian pertambangan. Kejaksaan Agung langsung menahan Ismail Thomas usai menetapkannya sebagai tersangka, Selasa (15/8/2023).

Kejaksaan Agung menjerat mantan Bupati Kutai Barat dua periode itu, dengan pasal 9 UU Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana 5 tahun penjara.

Pasal 9 UU Tindak Pidana Korupsi, berbunyi:

“Pejabat yang dengan sengaja memalsukan buku atau daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi dapat dipenjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.”

Selain UU Tindak Pidana Korupsi, pemalsuan dokumen juga diatur dalam KUHP.

Dikutip dari laman Hukum Online.Com, pemalsuan dokumen terdapat di pasal 263 KUHP ayat 1 dan 2, bunyinya:

(Ayat 1)

“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak,
perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan
tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat,
dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.”

(Ayat 2)

“Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang
dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.”

Sementara pasal 264 KUHP ayat 1 dan 2 memberi sanksi pidana 8 tahun, jika memalsukan surat-surat tertentu. Berikut penjelasannya:

(Ayat 1)

“Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakukan terhadap:

  • akta-akta otentik;
  • surat utang atau sertifikat utang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
  • surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dan suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
  • talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau
    tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
  • surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan.”

(Ayat 2)

“Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat
pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika
pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.”

Pasal Pemalsuan di KUHP Baru

Pasal pemalsuan dipertegas dalam KUHP baru. Namun KUHP yang disahkan Desember 2022 itu, baru berlalu 2025 mendatang.

Pasal 391 KUHP baru:

(Ayat 1)

“Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.”

(Ayat 2)

“Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana sama dengan ayat (1).”

Selain itu, pasal pemalsuan juga ada dalam pasal 392 KUHP baru ayat 1 dan 2, berikut isinya:

(Ayat 1)

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, setiap orang yang melakukan pemalsuan surat terhadap:

  1. akta autentik;
  2. surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum;
  3. saham, surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan;
  4. talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu surat yang dimaksud dalam huruf b dan huruf c atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut;
  5. surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan;
  6. surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau
  7. surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.”

(Ayat 2)

“Setiap orang yang menggunakan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana sama pada ayat (1).”

Unsur-unsur Pemalsuan Dokumen

R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya (hal. 195).

Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut Soesilo dilakukan dengan cara:

  1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
  2. Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau mengubah sesuatu dari surat itu.
  3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
  4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak. Misalnya foto dalam ijazah sekolah.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button