Market

Jalankan Putusan MK tentang UU Cipta Kerja, Pemerintah Serap Aspirasi Masyarakat

Pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang inkonstitusional bersyarat Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), pemerintah bergerak cepat menjalankannya. Berbagai perbaikan dilakukan, termasuk menyerap aspirasi publik yang sempat dinilai kurang.

Seperti disampaikan Ketua Pokja Monitoring dan Evaluasi (Monev) Satgas Percepatan Sosialisasi UUCK, Eddy Priyono, pasca keputusan MK pada November 2021, kerja Satgas Percepatan Sosialisasi UUCK fokus kepada dua hal. “Selain melakukan sosialisasi UUCK, kami juga mengantisipasi apa yang harus dilakukan pemerintah, menindaklanjuti keputusan MK,” papar Edy dalam Podcast Inilah.com bertajuk ‘UU Cipta Kerja Membuka Peluang Lebih Besar untuk Menciptakan Lapangan Kerja bagi Anak Muda’ di Kantor Utusan Khusus Presiden (UKP), Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Dia juga menjabarkan bahwa Satgas Percepatan Sosialisasi UUCK, dibentuk melalui Keppres 10/2021 tentang Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja yang diteken Presiden Jokowi pada 31 Mei 2021. Jauh sebelum keputusan MK tentang UUCK diketok palu pada November 2021.

“Satgas itu dibentuk kan sebetulnya sebelum ada putusan MK. Setelah ada putusan MK, kita ada sedikit berubah, ya karena putusan MK menyatakan adanya perbaikan yang sebelumnya, kita tidak rencanakan,” paparnya.

Dalam keputusan inkonstitusional bersyarat untuk UU Cipta Kerja, kata dia, MK menilai tidak memberikan ruang yang maksimal bagi partisipasi publik. Namun kini, satgas terus mendorong pemerintah untuk menjalankan itu, melalui kegiatan serap aspirasi dengan buruh, pelaku usaha, akademisi, dan pakar di daerah.

“Ya mekanisme menyerap aspirasi ada dua cara. Pertama, secara formal kita lakukan FGD (Focus Group Discussion) dengan berbagai pihak. Dengan pelaku usaha, dengan pemda, iya karena kan UU Cipta Kerja ini juga banyak aspek yang kemudian membutuhkan ranah dari pemerintah daerah (pemda),” lanjutnya.

Dalam FGD UU Cipta Kerja, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan bidang Ekonomi itu, mengakui, Satgas Percepatan Sosialisasi UUCK, tidak bisa melibatkan dan mengakomodir aspirasi dari seluruh elemen masyarakat. Karena terbatasnya ruang. “Makanya ada sistem perwakilan kan. Dan satu hal lagi saya sampaikan, kita mendengar aspirasi kan tidak berarti harus mengikuti,” tegas Edy.

Saat ini, kata Edy, sudah banyak perubahan menyangkut UU Cipta Kerja. Ambil contoh soal upah minimum, dalam UU Cipta Kerja yang lama itu, tidak mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan sejumlah indikator makroekonomi. Dalam UU Cipta Kerja yang baru, upah minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

“Kemudian tentang outsourcing, pekerja alih daya. Ini kalau kita bandingkan dengan UU Cipta Kerja yang lama, jelas sekali bedanya. Yang lama lebih bebas. Kalau yang baru, outsourcing itu dibatasi. Hanya beberapa pekerjaan saja,” ungkapnya.

Adalagi soal pentingnya sertifikasi halal untuk setiap produk, disebut Edy, merupakan buah dari menyerap aspirasi masyarakat. “Itu menunjukkan bahwa kita menyerap aspirasi. Ketentuan tentang produk halal, jaminan sertifikat halal, sekarang beda. Karena kita mendengar aspirasi,” pungkas Edy.

Back to top button