News

Israel Telah Kalah dalam Pertarungan Opini Publik Global


Perang yang dilakukan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gaza sangatlah brutal, menghancurkan, dan secara obyektif tidak manusiawi. Pada ahirnya mesin humas terbesar di dunia pun tidak dapat menutupi kengerian yang telah terjadi di Gaza.

Seminggu terakhir ini menjadi berita buruk bagi para pendukung Israel yang paling bersemangat. Tom Fowdy, analis politik dan hubungan internasional asal Inggris dan lulusan universitas Durham dan Oxford mengungkapkan, setidaknya dua berita buruk muncul akhir-akhir ini untuk Israel.

“Pertama, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengumumkan akan mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu di tengah kejahatan perang di Gaza,” kata Fowdy, mengutip Al Mayadeen, situs berbasis di Beirut, Lebanon. 

Kedua, dan yang paling penting, sejumlah negara Eropa termasuk Irlandia, Spanyol dan Norwegia, mengumumkan bahwa mereka akan menawarkan pengakuan penuh kepada negara Palestina, sehingga mendorong Tel Aviv untuk memanggil duta besarnya di negara-negara tersebut. Lebih banyak negara lagi diperkirakan akan menyusul dalam beberapa minggu mendatang.

“Bahkan ketika AS terus dengan gigih dan tanpa syarat membela Israel, langkah tiba-tiba menuju pengakuan lebih lanjut menawarkan harapan jangka panjang baru bagi solusi dua negara,” katanya. 

Hal ini juga menegaskan bahwa Israel telah kalah dalam perang memperebutkan opini publik global di tengah perang brutal Netanyahu di Gaza. Meskipun masyarakat dunia memperkirakan bahwa mereka tidak akan mudah tergoyahkan dari jalur yang mereka ambil saat ini, hal ini tetap menegaskan kenyataan yang muncul bahwa Israel akan kalah menghadapi meningkatnya isolasi politik dan diplomatik. 

Sepanjang sejarahnya, Israel telah menerima dukungan tanpa syarat dari dunia Barat. Melihat dukungan oleh elit politik dan media, Tel Aviv telah berfungsi sebagai pos terdepan untuk memproyeksikan kekuatan dan kepentingan Barat ke wilayah tersebut, meskipun untuk tujuan itu harus mengorbankan tanah dan nyawa warga Palestina yang tidak berdosa.

Tidak mengherankan jika lembaga atau negara yang mendukung Israel dengan keras menolak kritik terhadap negara tersebut dengan cara apa pun. Lihat saja mereka semakin mengecam para pengkritiknya sebagai antisemit. Partai Buruh Inggris di bawah kepemimpinan Keir Starmer tanpa ampun menyingkirkan para penentang Zionisme dari partainya, sementara para politisi AS memfitnah gerakan-gerakan perkemahan universitas yang tersebar di seluruh negeri.

Meskipun demikian, perang yang dilakukan Benjamin Netanyahu di Jalur Gaza sangatlah brutal, sangat dahsyat dan sangat tidak manusiawi sehingga mesin humas terbesar di dunia pun tidak dapat menutupi kengerian yang telah terjadi. Konflik seperti ini telah menandai titik balik bersejarah yang, suka atau tidak suka, mempunyai dampak negatif yang permanen dan tidak dapat diubah lagi terhadap kedudukan global Israel serta telah mematahkan dukungan tanpa syarat dari negara-negara Barat. 

“Kita tidak hanya melihat negara-negara kuat seperti Perancis mengakui Netanyahu harus ditangkap, tetapi kita juga melihat berakhirnya tabu politik yang sudah lama ada di negara-negara Barat yang menentang pengakuan Palestina,” tambah Fowdy. 

Spanyol adalah negara besar Barat pertama yang mengambil posisi ini dan ini bukan yang terakhir – bahkan Inggris pun tidak mengesampingkan kemungkinan ini. Persatuan trans-Atlantik yang dipimpin AS dalam masalah ini akan segera lenyap. Bahkan di Amerika sendiri, dukungan terhadap Israel di luar kelas politik lebih banyak diberikan oleh generasi yang lebih tua. Kaum muda semakin kritis terhadap Zionisme. Tren ini bahkan lebih jelas terlihat di Eropa, yang selalu lebih liberal dibandingkan Amerika Serikat, yang didukung oleh populasi diaspora Muslim.

Toleransi Global Bagi Israel Telah Habis

Meskipun demikian, kita tidak boleh mengharapkan perubahan langsung dari Israel, bahkan ketika keadaan sedang berubah. Bagi Zionis yang paling bersemangat, kepemilikan politik atas wilayah pendudukan di Tepi Barat dan Gaza tidak dapat dinegosiasikan. Upaya untuk menetap dan mendominasi wilayah-wilayah ini kemungkinan akan terus berlanjut sehingga penderitaan rakyat Palestina belum berakhir. 

Namun, satu hal yang akan berbeda dari sebelumnya adalah bahwa di luar Amerika, toleransi global terhadap Israel pada akhirnya telah habis, dan upaya untuk membatasi hal tersebut merupakan tanggung jawab politik yang semakin besar, bahkan bagi Biden sendiri. Pendudukan Israel yang terus-menerus atas tanah-tanah ini akan menimbulkan dampak politik yang semakin besar dan akan semakin meningkatkan isolasi diplomatik.

Ketika Tel Aviv menarik duta besarnya dan percaya bahwa merekalah yang akan menjatuhkan hukuman kepada negara-negara Eropa, Tel Aviv melakukannya karena kurangnya kesadaran diri dan keangkuhan karena tidak menyadari bahwa Rubicon (titik di mana mereka tidak dapat mengubah keputusan atau tindakannya) telah dilewati. Oleh karena itu, negara ini menghadapi pilihan baru yang tidak dapat disangkal lagi, yaitu membuat konsesi atau akhirnya menjadi “Afrika Selatan abad ke-21”. 

Meskipun Netanyahu bersumpah akan melakukan perang pemusnahan terhadap Hamas dan meyakini bahwa menjadikan Gaza berada di bawah kendali Israel akan menenangkan kelompok garis keras di pemerintahannya dan meningkatkan keamanan, ia bisa dikatakan telah melakukan lebih banyak hal untuk melemahkan posisi Israel dibandingkan pemimpin lain mana pun sejak berdirinya Israel.

Propaganda Hasbara yang Menipu

Israel sebenarnya memiliki mesin humas yang bernama Hasbara. Sejak Israel memulai serangannya di Gaza pada 7 Oktober, upaya untuk melihat kebenaran dalam perang tersebut sangatlah sulit. Ini karena Israel menjalankan strategi propaganda yang diberi nama Hasbara.

Ini merupakan fungsi propaganda untuk mengontrol, membentuk, dan memutarbalikkan narasi dari setiap tindakannya. Tipu muslihat lewat Hasbara di antaranya dengan melakukan distorsi dan pemalsuan peristiwa. Sering kali berbentuk video, infografis, postingan viral di media sosial, serta hashtag yang dirilis dan dipromosikan oleh negara Israel. 

Terminologi Hasbara dimaksudkan untuk membuat orang percaya bahwa Israel berperang demi kelangsungan hidup nasionalnya, yang pada gilirannya juga membenarkan keganasan serangan militer Israel terhadap Gaza. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah korban-korban warga Palestina akibat kekuatan militer besar-besaran yang dilancarkan Israel menjadi “kerusakan tambahan” yang diperlukan dalam perang melawan kekuatan sekuat dan berbahaya seperti Nazisme.

Namun Hasbara itu seakan tak berdaya melihat betapa Israel telah kehilangan banyak simpati dari dunia atas aksinya yang sadis dan tidak mau mendengar saran dari manapun. Netanyahu bakal menuai lagi lebih banyak kecaman dan tekanan tidak hanya dari dunia tapi juga dari rakyatnya sendiri akibat ulahnya.

 

Back to top button