Kanal

Inilah 5 Negara yang Pernah Gagal Pindahkan Ibu Kota

Isu pemindahan ibu kota Indonesia kembali hangat menjadi perbincangan. Baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengkonfirmasi nama ibu kota baru di Kalimantan Timur bernama Nusantara. Selain itu, pemerintah terus mematangkan desain dan landasan hukum proyek tersebut melalui Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU-IKN).

Jika rencana pemindahan ibu kota ini terealisasi, Indonesia akan bergabung dengan negara-negara di bawah ini yang pernah memindahkan Ibu kota.

Mungkin anda suka

Rencananya pemindahan ibukota dari DKI Jakarta ke IKN Nusantara akan terlaksana pada tahun 2024. Namanya Daerah Khusus Ibukota Jakarta/DKI Jakarta, lalu nanti menjadi apa? Hanya Jakarta? Atau ada nama lainnya? Saat ini DKI Jakarta menjadi pusat bisnis dan pusat pemerintahan. Nantinya, Jakarta akan menjadi pusat bisnis dan IKN Nusantara sebagai pusat pemerintahan. Meski begitu beberapa negara pernah melakukannya. Banyak yang sukses, namun tak sedikit juga yang gagal.

Berikut ini adalah negara negara yang dinilai gagal memindahkan ibu kota negara yang dirangkum Inilah.com dari berbagai sumber:

1. Astana/Nur-Sultan (Kazakhstan)

Khazakhstan pernah memindahkan ibukota Almaty ke Astana yang pada 2019 berganti nama menjadi Nur Sultan. Alasan pemindahan ibukota tersebut adalah kurang lebih sama dengan Indonesia, yaitu kota yang sebelumnya sudah terlalu ramai, dan rawan gempa bumi.

Meski begitu,  Saat ini Khazakhstan mengalami tekanan ekonomi justru ketika setelah memindahkan ibukotanya. Selain itu kebijakan ini juga tidak menarik penduduk untuk datang ke ibukota baru.

2. Sejong (South Korea)

Mengutip Nikei, Pada tahun 2002, kandidat Partai Demokrat Roh Moo-hyun, yang memenangkan pemilihan presiden tahun itu, merayu pemilih di provinsi-provinsi di Korea Selatan tengah dengan janji untuk memindahkan beberapa fungsi pemerintahan dari Seoul ke wilayah tersebut. Seoul berlokasi terlalu dekat dengan Korea Utara, dan mengalami kemacetan.

Kota Sejong berdiri pada tahun 2007 sebagai ibu kota administratif. Kantor dan kementerian utama secara bertahap pindah ke sana, termasuk kantor perdana menteri, kementerian keuangan, perdagangan dan transportasi, Komisi Perdagangan yang Adil, dan Layanan Pajak Nasional. Korea Selatan sekarang sedang mempertimbangkan apakah akan mendirikan cabang Majelis Nasional di Sejong, yang berjarak kurang dari satu jam dengan kereta api berkecepatan tinggi dari Seoul.

Relokasi telah berkontribusi pada pengembangan wilayah, dengan populasi — dan harga perumahan — melonjak. Tetapi hal ini menjadi penilaian gagal berdasarkan Gedung Biru kepresidenan dan Majelis Nasional masih di Seoul, hal itu memaksa banyak pejabat untuk berpindah-pindah di antara kedua kota tersebut.

3. Canberra (Australia)

Canberra berdiri pada tahun 1913 sebagai cara untuk meredakan persaingan sengit antara Melbourne dan Sydney. Terletak di pedalaman untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan pemboman angkatan laut, Canberra sekarang menjadi rumah bagi Gedung Parlemen dan Pengadilan Tinggi Australia serta kantor pusat semua departemen pemerintah federal dan militer.

Mantan Perdana Menteri Paul Keating mengatakan Kota Canberra merupakan salah satu kesalahan terbesar negara Australia.

4. Putrajaya (Malaysia)

Perdana Menteri Malaysia saat itu (dan saat ini) Mahathir Mohamad mengusulkan untuk memindahkan ibu kota administratif negara itu dari Kuala Lumpur pada 1980-an, dengan memilih lokasi yang hanya 25 km selatan ibu kota sebelumnya. Putrajaya dinamai menurut perdana menteri pertama negara itu, Tunku Abdul Rahman Putra al-Haj, dan seluruh proyek dirancang dan dibangun oleh perusahaan Malaysia dengan perkiraan biaya $8,1 miliar.

Sementara Kuala Lumpur tetap sebagai ibukota keuangan dan komersial negara, Putrajaya menjadi pusat pemerintahan. Kementerian federal dan lembaga pemerintah mulai pindah ke sana pada tahun 2003, tahun yang sama Mahathir mengundurkan diri sebagai perdana menteri.

Hampir semua badan pemerintahan, termasuk kantor perdana menteri dan kediaman resmi, kini berada di Putrajaya. Pengembangan kota juga mencakup fasilitas perumahan dan rekreasi, dan membuka ruang kantor sambil membuka kunci area untuk pengembangan sektor swasta, membantu kawasan Kuala Lumpur yang lebih besar berubah menjadi pusat bisnis global. Banyak yang menganalisa pemindahan  tersebut gagal karena pegawai pemerintah Malaysia enggan pindah ke ibu kota negara baru.

5. Naypyidaw (Myanmar)

Waspada terhadap gerakan pro-demokrasi yang berkembang, pemerintah junta Myanmar memutuskan pada tahun 2001 untuk memindahkan ibu kota dari pesisir Yangon ke Naypyidaw yang terletak di pusat. Pembangunan kota selesai pada tahun 2005, dan semua fungsi pemerintahan dengan cepat dialihkan ke sana pada tahun berikutnya. Tidak jelas persis mengapa situs itu dipilih. Beberapa mengatakan itu adalah bagian dari strategi militer, sementara rumor tetap ada bahwa keputusan itu dipandu oleh seorang peramal.

Kantor-kantor pemerintah tersebar di seluruh kota kosong yang luas dan terkenal dengan jalan raya 20 jalurnya. Beberapa hotel kelas atas menampung tamu pemerintah dan pebisnis, yang terbang ke bandara modern namun mangkrak saat beroperasi pada tahun 2011.

Pejabat pemerintah yang tinggal di sana cenderung meninggalkan keluarga mereka di Yangon karena kurangnya fasilitas komersial dan pendidikan di ibu kota. Sebagian besar diplomat dan bisnis asing juga tetap terikat dengan Yangon, meskipun pemerintah Aung San Suu Kyi mendorong kedutaan untuk pindah ke Naypyidaw. Namun sejauh ini, hanya China yang membuka kantor penghubung di sana, dengan AS menyusul tahun depan. Pemindahan ibu kota ini dinilai gagal disebabkan minimnya keterlibatan publik dalam perancangan, pembentukan, dan pemindahan ibu kota.

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button