News

Indopol Ungkap Masyarakat Kini Takut Disurvei Soal Capres 2024, Ini Alasannya


Direktur Eksekutif Indopol Survei, Ratno Sulistyanto mengaku bahwa dirinya tak bisa merilis survei mengenai elektabilitas capres-cawapres, periode 8-15 Januari 2024 yang dilakukan terhadap 1.240 responden di 38 provinsi di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena terdapat beberapa permasalah teknis yang terjadi di lapangan salah satunya terkait dengan responden. Sebab beberapa masyarakat yang menjadi responden menolak mengisi survei dengan alasan adanya tekanan atau intimidasi, sehingga membuat tingginya angka pemilih yang belum menentukan pilihannya (undecided voter).

“Contohnya kabupaten Blitar, ada 85 persen mengatakan tidak menjawab (memilih paslon mana), undecided voter-nya tinggi sekali. Kita lihat Kediri, undecided voter-nya 40 persen,” ucap Ratno, menerangkan secara virtual dalam diskusi bertajuk ‘Anomali Perilaku Pemilih Pemilu 2024 dan Perbedaan Hasil Lembaga Survei’, Rabu (24/1/2024).

Dia menambahkan, untuk Kota Madiun jumlah undecided voter mencapai 43,3 persen, Pacitan 24 persen, Malang 22,9 persen. Mojokerto juga menjadi salah satu wilayah dengan jumlah undecided voter tertinggi sebanyak 55 persen, Jombang 67,5 persen, Bondowoso 70 persen, dan Probolinggo 43,8 persen.

“Apa artinya ini? Saya konfirmasi dengan temuan di lapangan hasil dari identifikasi surveyor kami, yaitu di Jawa Timur di wilayah Surabaya, Malang, Blitar, Kabupaten Banyuwangi ada penolakan di pihak kelurahan terhadap surveyor kami,” ujarnya.

“Jadi dengan alasan tidak memberikan stempel di lembar acak KK, dengan alasan sudah mendekati pemilu agar wilayahnya tidak terpetakan. Terpetakan apa? Ini kaitannya hampir seluruhnya mengatakan takut ada imbas pada bansos,” lanjutnya.

Padahal, kata Ratno, selama ini dirinya tak pernah mengalami masalah seperti ini saat melakukan survei. Ia pun membeberkan misalnya saja di Kabupaten Bangkalan, kepala desanya ikut memilihkan responden dengan dalih keamanan dan menjaga daerahnya kondusif.

“Cenderungnya ke siapa? Ya kira-kira yang memberikan bansos siapa, kan kira-kira begitu. Kabupaten Lamongan sudah ada case, meskipun kasusnya di Pilkada,” jelasnya.

“Karena kepala desanya menolak untuk dijadikan wilayah terpilih dalam survei, diakibatkan ketakutan akan pengalaman pilkada sebelumnya terkait dievaluasinya PKH di wilayah tersebut,” tandas Ratno.

Back to top button