Market

Indonesia Jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas untuk Siapa?

Bank Dunia menaikkan kelas Indonesia dari lower-middle menjadi upper-middle income country (UMIC) atau negara berpendapatan menengah atas. Jangan senang dulu, karena ketimpangan semakin tinggi.

Kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (20/7/2023), Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menjelaskan panjang lebar keputusan Bank Dunia menaikkan kelas Indonesia menjadi UMIC per 1 Juli 2023. Karena, pendapatan per kapita Indonesia pada 2022 naik 9,8 persen menjadi US$4.580 (Rp68.700, kurs US$15.000/US$), dibandingkan pada 2021 sebesar US$4.170 (Rp62.550).

Kesimpulannya: jangan senang dulu. Kata Bhima, status Indonesia naik menjadi UMIC tidak menjamin pertumbuhan akan kembali ke pra pandemi COVID-19 yang rata-rata 5,4 persen (2010-2019).

“Kenaikan ini hanya temporer karena didorong pendapatan ekspor komoditas olahan primer dan setengah jadi. Begitu harga komoditas melandai, tekanan ekspor dan pelemahan sektor turunan komoditas akan membuat ekonomi kembali melemah,” ungkapnya.

Kelemahan lainnya, lanjut Bhima, fasilitas perdagangan menjadi lebih berat. Misalnya, Generalized System of Preferences (GSP) untuk ekspor ke Amerika Serikat bakal lebih besar.

Selain itu, Bhima mengingatkan tekanan inflasi dan tingginya suku bunga acuan, bakal menghalangi pertumbuhan ekonomi. “Padahl kita tidak boleh berpuas diri dengan status kelas menengah, karena butuh growth 7 persen untuk lompat ke status negara maju,” kata Bhima.

Beban Utang dan Ketimpangan

Dengan status UMIC ini, kata dia, membuat posisi utang pemerintah bisa semakin berat. Ketika Indonesia naik ke posisi UMIC, berkahnya adalah mudah mendapatkan bunga pinjaman yang lebih rendah di pasar. “Karena rating utang Indonesia menjadi lebih baik. Artinya, kesempatan lebih dipercaya investor dan mitra dagang, menjadi lebih besar,” papar Bhima.

Namun demikian, menurut Bhima, jangan bangga dulu. Karena, Indonesia akan lebih banyak meminjam dari skema pasar, bukan menggunakan skema hibah dan skema pinjaman lunak (soft loan) yang bersifat bilateral-multilateral.

“Di mana bunga utang untuk skema hibah atau soft loan lebih rendah ketimbang utang dari pasar. Karena ada syarat khusus yang harus dipenuhi Indonesia sebagai debitur. Ini yang harus dipikirkan. Konsekuensi dari status negara yang naik,” kata Bhima.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menerangkan, keberhasilan Indonesia naik kelas menjadi UMIC, merupakan bukti dari menguatnya pertumbuhan ekonomi.

“Ya kalau Indonesia makin baik ekonominya, dan salah satu indikatornya menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang kemudian diterjemahkan dengan kenaikan income per kapita itu berarti kemajuan, progres, bagus,” kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/7/2023).

Namun, Sri Mulyani justru khawatir akan semakin sulit mendapatkan utang berbunga murah, dampak kenaikan klasifikasi pendapatan per kapita. Namun demikian, investor dan pemegang surat berharga negara, semakin yakin untuk menggelontorkan dananya ke Indonesia.

Kenaikan klasifikasi ini justru semakin meyakinkan mereka bahwa kinerja ekonomi Indonesia, semakin bagus. Indonesia bak gula-gula yang menjadi rebutan para semut. Investor tentunya beroritentasi ekonomi. Duitnya aman dan cuan.

“Kalau dari sisi pembiayaan setahu saya nggak ada pengaruhnya, kayak kemarin umpamanya saya ketemu banyak investor dan bond holder mereka sangat punya appetite ya keinginan dan bahkan berharap Indonesia itu menjadi salah satu negara yang kinerja ekonominya bagus, APBN-nya bagus,” beber Sri Mulyani.

Selain bunga utang yang semakin menjulang, tantangan yang memberatkan Indonesia adalah ketimpangan ekonomi. Ini masalah klasik yang semakin menjadi-jadi di era kini.

Berdasarkan laporan Bank Dunia bertajuk World Inequality Report 2022, kelompok 50 persen rakyat miskin (terbawah) hanya memiliki 5,46 persen dari total kekayaan ekonomi Indonesia pada 2021. Lebih buruk dibanding dua dekade sebelumnya yakni 2001 yang porsi ekonominya 5,86 persen.

Di sisi lain, pada 2021, sebanyak 10 persen penduduk terkaya di Indonesia, menguasai 60,2 persen perekonomian nasional. Naik dibandingkan 2001 sebesar 57,44 persen.

Ketimpangan pendapatan yang cukup menyedihkan di mana 50 persen kelompok terbawah penghasilannya hanya Rp22,6 juta per tahun, pada 2021. Sebaliknya, kelompok tajir yang 10 persen itu, berpendapatan Rp285,07 juta per tahun.

Artinya, pendapatan 1 orang dari kelas ekonomi atas nilainya 19 kali lipat ketimbang orang miskin di Indonesia. Benar kata Bhima, jangan bangga dulu. Karena, ketimpangan ekonomi di Indonesia lebih buruk di 127 negara lain.

Jadi status Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas itu buat siapa? Tentu saja bukan untuk 50 persen, atau mayoritas penduduk Indonesia yang sampai detik ini masih miskin. Nah, Anda termasuk yang mana?

Back to top button