Hangout

Indikator Kesehatan Belum Tercapai, Ini Penyebab dan Upaya Penanggulangannya

Dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan bahwa terdapat sepuluh indikator kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang berisiko yang terancam tidak dapat terwujud pada akhir 2024 nanti. Kebijakan tersebut di antaranya:

  1. Imunisasi dasar lengkap
  2. Stunting pada balita
  3. Tingkat wasting balita atau penurunan berat badan
  4. Insidensi tuberkulosis
  5. Eliminasi malaria
  6. Eliminasi kusta
  7. Tingkat merokok pada anak
  8. Obesitas pada penduduk dewasa
  9. Fasilitas kesehatan tingkat pertama
  10. Puskesmas dengan tenaga kesehatan sesuai standar.

Menanggapi masalah ini, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut ini menjadi target dengan hasil yang tidak memuaskan padahal sudah direncanakan dengan seksama serta segala upaya juga sudah dilakukan. Selain itu, ia menegaskan isu ini berkaitan dengan tingkat kesehatan masyarakat sehingga jika targetnya tidak tercapai, tentu akan menimbulkan dapat yang merugikan bagi bangsa kita.

“Ini tentu bukan hanya masalah target yang tidak tercapai, tetapi karena ini adalah indikator penting maka tentu akan punya potensi dampak merugikan bagi derajat kesehatan bangsa kita,” jelas Prof Yoga kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (13/6/2023).

Lebih lanjut ia juga kembali mengingatkan bahwa waktu sampai berakhirnya RPJMN ini hanya kurang lebih satu setengah tahun lagi. Untuk itu, ini menjadi tahapan penting untuk seluruh masyarakat dapat mewujudkan kesepuluh indikator kesehatan yang belum tercapai.

“RPJMN 2020 – 2024 sudah tinggal sekitar setahun setengah lagi. Apalagi RPJMN 2020 – 2024 merupakan tahapan penting dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025,” jelas Prof Yoga.

Selain itu, Prof Tjandra menyebut pandemi COVID-19 menjadi salah satu dan faktor yang paling besar tidak tercapainya sepuluh indikator kesehatan tersebut. Dibutuhkan upaya yang sejalan dengan Universal Health Coverage (UHC) agar seluruh masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa harus memikirkan biayanya.

“Jadi tidak ada pilihan lain perlunya upaya ekstra keras dalam tahun-tahun mendatang agar pelayanan kesehatan primer di negara kita dapat ditingkatkan,” jelas Prof Tjandra.

Prof Tjandra juga menyebut kesehatan belum menjadi perhatian utama bagi pemerintah sehingga kelengkapan beberapa indikator belum tercapai. Meskipun situasi COVID-19 sudah terkendali, ia berharap pemerintah tidak surut perhatiannya di bidang kesehatan.

“Ini termasuk anggaran kesehatan, komitmen politik dan juga peran serta berbagai sektor terkait. Dalam hal ini juga harus terus di bina hubungan harmonis dan kerja bersama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk pelaku aktor pelayanan kesehatan di lapangan,” ujar Prof Tjandra.

Hal lain yang juga tidak kalah penting adalah pelaksanaan kegiatan promotif dan preventif yang dilakukan pemerintah, bukan memberikan perhatian pada aspek kuratif. Prof Tjandra menyebut pelayanan kesehatan langsung di masyarakat serta puskesmas dan pemberdayaan masyarakat seperti perawat kesehatan masyarakat, atau petugas promosi kesehatan, juga tenaga sanitasi lingkungan, juru imunisasi, petugas gizi desa dan lainnya.

“Artinya, di hari ke depan harus ada tindakan nyata bahwa promotif preventif setidaknya sama pentingnya dengan aspek kuratif. Program kesehatan bangsa kita perlu jelas-jelas menunjukkan peran penting dan kegiatan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit, tentu sejalan dengan penangan kalau penyakit sudah timbul,” jelas Prof Tjandra.

Back to top button