Kanal

Hasil Survei yang Melenakan Bisa ‘Menenggelamkan’ Prabowo-Gibran


Orang Sunda mungkin masih ingat dengan kisah Ciung Wanara. Ini tentang Prabu Bondan Sarati, raja di Kerajaan Galuh yang sangat percaya diri bahwa ayamnya akan menang dalam lomba. Bahkan karena terlalu pede ia mempertaruhkan tahta kerajaannya kepada siapapun yang bisa mengalahkan ayam jago miliknya.

Mungkin anda suka

Tak ada orang yang meragukan kehebatan ayam milik Bondan yang sebelumnya menjabat patih dan menggantikan Raja Galuh Adimulya Sanghiang Cipta Permana Dikusumah dari singasananya. Namun ayam milik Ciung Wanara bernama Si Jalak Harupat yang tidak pernah diperhitungkan, berhasil mengalahkannya dalam sebuah pertarungan. Meskipun Bondan sempat ingkar janji dan mengelak, namun cerita itu berakhir dengan Ciung Wanara yang sebenarnya putra dari Raja Adimulya itu, kemudian menjadi Raja Galuh.

Cerita ini memang kurang tepat jika dikaitkan dengan situasi Pilpres saat ini. Tidak pula sesuai dalam konteks membicarakan apalagi membandingkannya dengan intrik-intrik dalam peralihan kekuasaan di Kerajaan Galuh dengan kondisi saat ini. Namun ada setitik nilai moral dari legenda ini yang bisa menjadi pelajaran yakni tentang rasa percaya diri yang terlalu tinggi yang bisa membuat orang terpeleset bahkan terjatuh. 

Raja Bondan sangat yakin dengan kesaktian ayam miliknya. Apalagi para pengikutnya selalu mengagung-agungkannya sebagai yang terbaik dan terus memberikan keyakinan akan memenangkan pertarungan. Ia termakan para penjilat, pendukungnya, para orang kaya yang hanya mengambil keuntungan dari kedekatannya. Mungkin kalau di zaman itu sudah ada lembaga survei, hasil survei sebelum pertandingan akan memenangkan ayam Raja Bondan bahkan mungkin persentasenya menang telak hanya ‘satu putaran’.

Legenda dari tatar Sunda ini adalah sepenggal kisah yang sarat dengan pesan moral. Betapa kejumaawaan, terlalu percaya diri untuk menjadi pemenang seperti yang ditunjukkan oleh Raja Bondan dalam kisah Ciung Wanara ini bisa menjadi blunder. Ia tidak hanya kehilangan tahtanya tetapi juga harus menanggung malu dan kehilangan harga dirinya.

Kubu Prabowo-Gibran Sangat Pede

Awal dari suatu kekalahan jika ditelusuri dalam berbagai literasi sejarah adalah ketika terlena setelah merasa unggul seperti yang terjadi pada Prabu Bondan Sarati. Ini yang mirip-mirip terjadi dalam fenomena menjelang Pilpres 2024 yang diikuti tiga pasangan calon yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan terakhir Ganjar Pranowo-Mahfud MD. 

Dalam beberapa hasil survei pasangan Prabowo-Gibran konsisten berada di posisi teratas. Misalnya hasil riset Polling Institute akhir Oktober, Prabowo-Gibran meraih elektabilitas teratas dengan 36,2 persen. Disusul Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 32,8 persen, dan duet Anies- Muhaimin Iskandar di angka 21 persen. Pada periode yang sama, riset Lembaga Survei Jakarta (LSJ) juga menunggulkan Prabowo-Gibran di urutan pertama dengan 40,2 persen melewati Ganjar-Mahfud 34,5 persen dan Anies-Muhaimin 19,3 persen.

post-cover
Ilustrasi lembaga survei jelang pilpres 2024. (Desain: Inilah.com/Febri)

Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada periode itu juga merilis hasil survei dan Prabowo berjaya di puncak dengan elektabilitas mencapai 35,8 persen. Sementara Ganjar 30,9 persen dan Anies 19,7 persen saja. Indikator dalam surveinya juga mencatat Prabowo unggul di angka 37,0 persen. Sementara itu, Ganjar mendapatkan elektabilitas 34,8 persen dan Anies 22,3 persen.

Hasil dari lembaga survei lain rata-rata mencatatkan keunggulan pasangan Prabowo-Gibran bahkan kemenangan yang melenakan dari survei ini terus berlanjut hingga November dan Desember. 

Tentu saja Prabowo-Gibran dan tim pemenangannya sudah sangat percaya diri bahkan sempat ada keyakinan bisa memenangkan kontestasi ini dalam satu putaran saja. Prabowo seakan di atas angin dan berjanji akan merangkul segenap rakyat Indonesia, termasuk lawan politik dan para pendukungnya. “Kalau yang diberi mandat Prabowo-Gibran, saya akan merangkul semua kekuatan di Indonesia. Tidak akan ada yang saya tinggalkan,” ujar Prabowo dalam acara Konsolidasi Tim Pemenangan di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Minggu (10/12/2023).

Terlihat saking pedenya bakal menang Pilpres, pasangan Prabowo-Gibran seolah tidak memaksimalkan masa kampanye selama 75 hari serta tidak mengambil cuti sebagai Menteri Pertahanan dan Gibran sebagai Wali Kota Surakarta. Ketika berkampanye pun justru fokus pada pembagian susu, dan tak banyak bicara tentang visi misinya tentang kebangsaaan. 

Bahkan lebih banyak menonjolkan joget gemoy andalannya pada setiap penampilannya di publik. “Timbul kesan meremehkan karena sudah pasti menang,” kata Hendri Satrio, pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina dan pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI.

Uniknya, semakin hari, elektabilitas Capres/Cawapres tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan sebelumnya. Mayoritas lembaga survei yang merilis hasil sigi masih menempatkan pasangan Prabowo-Gibran, unggul. Pengamat politik Prof Ikrar Nusa Bhakti bahkan sampai menduga, berbagai survei itu memang dipesan untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Tanpa menyebut pihak yang memesan, Ikrar menyinggung, dua cara lembaga survei membuat Prabowo-Gibran unggul. 

“Pertama, memang ada lembaga-lembaga survei yang diminta untuk mengunggulkan pasangan tertentu, dalam hal ini Prabowo-Gibran melalui hasil surveinya,” ujar Ikrar, Selasa (5/12/2023). Kemudian, lanjut Ikrar, cara kedua adalah dengan mengintervensi secara tak langsung terhadap tata cara teknis survei. Sehingga hasil survei yang dirilis ke media sesuai dengan keinginan sang pemesan. 

Di masyarakat, hasil survei pun tak selamanya diamini publik. Banyak di antara mereka yang skeptis. Terbukti dari menguatnya frase ‘sure-pay’ di masyarakat yang jelas berkonotasi negatif. Bukan tidak mungkin, kubu yang banyak duit menyewa lembaga survei untuk mengggiring opini publik.

Prabowo sendiri dalam beberapa kesempatan sebelum-sebelumnya mengaku tidak mempercayai survei-survei. “Saya tidak percaya survei-survei itu, karena survei-survei itu bisa dibayar,” kata Prabowo. Tak heran kemudian sempat muncul pertanyaan, berarti survei-survei yang saat ini memenangkan Prabowo-Gibran dibayar? Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab apalagi menemukan bukti kebenarannya.

Peluang jadi Pemenang Masih Sangat Dinamis

Sebenarnya, melihat fenomena survai survei ini, ketiga kontestan Pilpres masih memiliki peluang. Bahkan banyak yang meyakini bahwa pemenang Pilpres 14 Februari 2024 nanti bisa jauh melenceng dari ramalan lembaga-lembaga survei seperti yang pernah terjadi pada Pilkada DKI Jakarta, 2017 lalu. Apalagi masa kampanye dan debat capres/cawapres pun akan berlangsung hingga Februari mendatang. Masih banyak waktu yang bisa memunculkan kejadian, atau setidaknya membuka peluang warga pemilih berubah pikiran plus pilihan.   

post-cover
Calon Presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto berjoget dan cawapres Gibran Rakabuming Raka mengacungkan dua jari kepada para pendukungnya saat pelaksaan debat capres. (Foto:Instagram/@prabowo)

Tak usah menunggu sampai 14 Februari 2024. Lihat saja bagaimana tanggapan publik terhadap hasil debat capres perdana yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (12/1/2023). Dalam beberapa polling sejumlah media pada saat dan setelah siaran langsung semua menempatkan Anies Baswedan sebagai sosok yang paling unggul dalam debat. Hasil polling Kompas menunjukkan Anies unggul 37,9%, lebih baik dari Ganjar Pranowo yang hanya 22,6%, dan Prabowo Subianto 21,8%. Sebanyak 17,7% menyatakan tidak tahu.

Kemudian, polling Tempo.co yang diikuti 7.000 responden menunjukkan Anies menguasai panggung debat dengan skor 69%, diikuti Ganjar 23%, dan Prabowo hanya mengantongi 6%. Kumparan juga mencatat kemenangan untuk Anies yakni mencapai 65,52%, Prabowo 18,51%, dan Ganjar 15,96%.

Polling juga dilakukan oleh perseorangan atau anggota tim pemenangan nasional calon. Polling yang digelar Iwan Fals di Twitter dan diikuti 21.267 repsonden, menempatkan Anies dengan skor 67,8%, Ganjar 15,1%, dan Prabowo 9,1%. Partai Sosmed, yang memproklamirkan mendukung Prabowo, hasil pollingnya juga dimenangkan Anies dengan 53,9%, Prabowo hanya 38,3%, dan Ganjar 7,8%. Begitu pula Jubir Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Sigit Widodo yang pollingnya diikuti 26.893 suara, menempatkan Anies secara mutlak dengan persentase 82,6%, diikuti Ganjar 8,8%, dan Prabowo 5,6%.

Tentu saja hasil polling ini sangat menohok kubu Prabowo yang selama ini merasa berada di atas angin. Pasalnya, berdasarkan polling sejumlah media, Anies Baswedan, yang selama ini sangat jarang berada di urutan pertama dalam berbagai survei, menang telak dalam debat capres.

Seperti dalam berbagai pertandingan sepakbola, kekalahan sering dialami klub-klub hebat karena meremehan atau mengganggap sepele kekuatan lawan. Mereka tidak menyadari bahwa lawan punya motivasi lebih tinggi untuk mengalahkan dan tidak mawas diri.

Sikap meremehkan lawan adalah sifat yang sangat destruktif. Orang yang suka meremehkan lawan, atau tantangan, akan mematikan potensi dan semangat juang. Motivasi menjadi lembek karena terlalu cepat berpuas diri dan menganggap tidak ada tantangan yang harus dihadapi. Ini yang harus disadari Tim Prabowo-Gibran dan kedua pasangan lain yang berkontestasi di Pilpres kali ini.

Harus diingat bahwa kekalahan Goliat Sang Raksasa Filistin ketika dipecundangi Daud yang imut-imut merupakan kisah sejarah suci faktual sekaligus gambaran dari pertarungan mental antara kesombongan atau terlalu percaya diri dengan kerendahan hati. Berhati-hatilah karena sikap seperti ini bisa jadi harus dibayar dengan hilangnya peluang, jatuhnya kehormatan dan harga diri.

 

 

Back to top button