Kanal

Gugatan PHPU Selalu Ditolak MK, Apa Mungkin Sejarah Berubah?


Gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sudah dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jalan terjal bagi kubu pemohon mulai terlihat, meski sidang baru bergulir pada 25 Maret. Mulai dari sikap goyah partai pengusung, permintaan yang dianggap konyol, hingga sejarah penolakan MK

Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menyatakan pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024. Hal itu ditetapkan Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari melalui berita acara KPU nomor 218/PL.01.08-BA/05/2024, yang dibacakan saat rapat pleno terbuka penetapan hasil Pemilu tahun 2024 secara nasional, di gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).

Tentu, tidak semua pihak akan merasa puas dengan hasil ini. Kubu pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) adalah pihak paling pertama melayangkan gugatan. Tim Hukum Nasional (THN) AMIN yang dipimpin Ari Yusuf Amir telah resmi mendaftarkan gugatan ke MK pada Kamis (21/3/2024). Ari mengatakan, tim sudah siapkan sejumlah saksi dan ahli yang telah diverifikasi untuk hadir dan menjelaskan di persidangan. Untuk tim pengacara, ia mengatakan, dalam daftar kuasa ada 190 pengacara yang siap memenangkan gugatan.

Jumlah ini jauh dari apa yang mereka gembar-gemborkan sebelumnya, mengeklaim siapkan seribu pengacara. Klaim ini pun sempat membuat Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran Yusril Isra Mahendra terkekeh geli, karena dia tahu pasti tidak ada ruang sidang yang mampu menampung pengacara sebanyak itu, ia menyebut pihaknya hanya menyediakan 34 pengacara, yang diyakini mampu menepis tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) sebagaimana disuarakan pemohon. Di dalamnya, tutur Yusril, terdapat nama-nama kondang seperti Otto Hasibuan, OC Kaligis dan Fahri Bachmid.

Tantangan bagi kubu AMIN bukan saja harus bisa membuktikan tuduhan yang mereka suarakan, tapi juga bagaimana bisa menghadapi sengketa ini tanpa dukungan partai-partai pengusung. Selang dua hari usai pengumuman KPU, Partai NasDem, motor dari koalisi pengusung AMIN, menerima kunjungan Prabowo. Ketum Surya Paloh memberikan sambutan yang meriah, lengkap dengan karpet merah. Ia juga menyiratkan, peluang untuk meninggalkan koalisi dan bergabung dalam barisan pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.

post-cover
Ketua THN AMIN Ari Yusuf Amir. (foto: Antara)

Ari tak gentar dengan kondisi ini, seraya memastikan bahwa pertemuan itu tidak akan berpengaruh pada proses hukum yang sedang berjalan di MK. Ia juga memberi sinyal akan terus jalan menghadapi sengketa ini, meski tanpa dukungan partai pengusung. Tuntutan kubu AMIN jelas, meminta Pemilu 2024 diulang tanpa melibatkan Gibran.

“Itu dalam permohonan kami, kita meminta supaya ada pemungutan suara ulang, tapi biang masalah calon wakil presiden itu jangan diikutkan lagi supaya tidak ada cawe-cawe dari Presiden Joko Widodo lagi,” kata Ari.

Lebih dari sekadar meminta pemilu ulang, kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md justru mengharapkan pasangan Prabowo-Gibran didiskualifikasi. Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, resmi mendaftarkan gugatan ke MK pada Sabtu (23/3/2024), didampingi sejumlah politikus partai pengusung, PDIP. Turut serta dibawa dokumen bukti sebanyak empat kontainer. Todung mengatakan, pihaknya menyiapkan 100 pengacara untuk memenangkan gugatan ini.

“Kami meminta diskualifikasi kepada paslon 2 yang menurut hemat kami telah didaftarkan dengan melanggar ketentuan hukum dan etika dan itu sebetulnya sudah dikonfirmasi oleh MKMK dan terakhir oleh DKPP,” kata Todung. 

post-cover
Komisioner KPU RI, Idham Holik (Foto: Dok. KPU)

Sekadar mengingatkan, Prabowo-Gibran bukanlah termohon dalam perkara ini melainkan pihak terkait. Merujuk pada pasal 8 ayat (3) Peraturan MK nomor 17 tahun 2009, pihak termohon adalah penyelenggara pemilu. Komisioner KPU Idham Holik mengatakan pihaknya siap menghadapi gugatan. Ia menegaskan, bakal mempertahankan hasil pemilu yang telah diumumkan sebelumnya. “Sebagai penyelenggara pemilu, hal itu merupakan bentuk pengejawantahan dari prinsip akuntabilitas,” tuturnya.

Sementara Bawaslu, segera menyiapkan dan mengumpulkan laporan hasil pengawasan (LHP) yang bersumber dari temuan dan aduan selama tahapan Pemilu 2024, untuk menghadapi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi. Anggota Bawaslu Totok Hariyono, meminta LHP khusus apabila terjadi dugaan pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di daerah masing-masing.

“Saya ingin melihat kesiapan teman-teman Bawaslu jelang sidang gugatan PHPU di MK. Jadi, dari sekarang mulai kumpulkan LHP yang bersumber dari Form A, temuan Bawaslu, aduan masyarakat, hingga imbauan kepada peserta pemilu selama pra, kampanye, hingga hari tenang,” kata Totok.

Sulit Diterima

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai, gugatan ini akan berujung pada penolakan. Ia merujuk pada dua pertimbangan, yakni faktor sejarah gugatan di MK dan faktor irasionalitas terkait permintaan yang diajukan para pemohon. Ia mengatakan, sejak 2004 atau pilpres pertama dalam sejarah pemilu di Indonesia, kemudian tahun 2009, 2014, serta 2019, selalu ada gugatan yang diajukan ke MK. Belum pernah ada sejarah MK memenangkan gugatan pemohon, karena membuktikan kecurangan itu perkara sulit apalagi jika jarak perolehan suaranya jauh seperti saat ini.

“Selisih 5 persen saja enggak bisa dibuktikan, apalagi sekarang kemenangan paslon 2 di atas 50 persen. Jadi saya tidak yakin mereka dapat bahwa dalil itu dalam persidangan dan karena itu saya berpendapat dapat di berdasarkan pengalaman yang lalu dapat diduga putusannya berakhir dengan pernohonan di tolak,” tuturnya kepada Inilah.com.

post-cover
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis. (Foto:Antara).

Adapun permohonan yang diajukan para pemohon, tutur dia, juga bisa jadi pemicu ditolaknya gugatan. Margarito menegaskan, permintaan agar MK mendiskualifikasi paslon tertentu tidak masuk akal. Ia menjelaskan, persoalan itu bukan ranahnya MK dan sudah terlalu terlambat untuk dipersoalkan sekarang.

“(Permohonan) itu konyol deh. Dengan segala hormat saya kepada mereka saya rasa itu permintaan yang hanyalah sedikit tidak masuk akal, sangat tidak masuk di akal. Karena menurut saya tidak tepat diajukan ke MK di hari-hari ini di dalam permohonan itu ke depan. Forumnya bukan di MK forumnya sudah lewat, apalagi minta pemilu ulang tanpa gibran, tidak masuk akal,” ucap dia tegas.

Margarito juga protes atas narasi yang dibangun di publik, menyebut penanganan PHPU sebagai momentum MK untuk mengembalikan kepercayaan publik. Ia menegaskan, kepercayaan itu sudah tercerminkan saat dua kubu paslon yang melayangkan gugatan ke MK. “Kalau tidak percaya ya sudah tidak usah bawa ke sana (MK). Konyol, ini propaganda yang konyol saja, kenapa Anies dan Ganjar mengajukan gugatan kalau benar tidak percaya,”ujar dia lagi.

MK Hati-hati, Publik Tahan Diri

Berbeda dari Margarito, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus justru berharap MK dapat memanfaatkan penanganan sengketa pemilu ini sebagai sarana mengembalikan kepercayaan publik. 

Menurut dia, MK merupakan saluran hukum satu-satunya untuk menguji hasil pemilu. MK harus mampu menguji hasil pemilu secara transparan. “Apa jadinya kalau kita enggak lagi percaya pada MK? Bisa chaos dan menang-menangan sendiri saja jadinya,” ujar dia kepada Inilah.com.

post-cover
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. (Foto: Inilah.com/Reyhaanah)

Lucius menegaskan, penilaian para hakim konstitusi pada saat PHPU nanti juga mesti bisa dijelaskan secara gamblang ke publik, demi mencegah berlanjutnya kecurigaan publik yang bisa berujung pada situasi chaos. “Keraguan publik pada MK harus menjadi amunisi para hakim agar bekerja dengan jujur atas dasar perintah konstitusi,” ucap Lucius menjelaskan.

Sementara, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengingatkan, masyarakat agar tetap menjaga kondisi damai dan jangan terpengaruh narasi berbau konflik antarpartai politik (parpol) selama sengketa pemilu di MK. Menurut Ujang, suasana kondusif sebenarnya telah terasa sejak proses rekapitulasi tingkat daerah hingga nasional dilakukan KPU.

Dia pun membenarkan adanya gelombang massa yang melakukan turun ke jalan, namun demonstrasi itu terbilang kondusif dan tidak mengarah ke perbuatan anarkisme seperti pada Pemilu 2019. “Tidak ada kawat berduri, tidak ada barakuda, itu tandanya aman dan damai. Kalau ada dorongan hak angket dan sebagainya itu biasa, namanya juga demokrasi,” ujar Ujang.

Benar apa yang disampaikan Ujang. Masyarakat sudah berkontribusi pada pesta demokrasi, sudah memberikan pilihan, maka tunggu saja persidangan di MK dengan tenang. Publik sebaiknya jangan gampang termakan narasi elite, tetap jaga persatuan, karena kalah atau menang itu hal biasa dalam kontestasi. 
[Rez/Clara/Syahidan/Reyhaanah/Vonita]

Back to top button