Kanal

Gerilya Golkar Ambil ‘Jatah’ Kursi Ketua DPR dari Puan Maharani


“Yang lebih penting dari politik adalah kekuasaan,” kata Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Kekuasaan penuh menjadi kunci bagi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk lima tahun mendatang. Artinya pemerintahan Prabowo-Gibran harus mendapatkan dukungan dari parlemen (legislatif) agar seluruh kebijakannya bisa berjalan mulus.

Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum menetapkan siapa parpol pemenang Pemilu 2024, namun berdasarkan hasil rekapitulasi sementara PDI Perjuangan (PDIP) menempatkan diri sebagai parpol dengan perolehan suara terbanyak secara nasional sebesar 16,30 persen atau 12.605.567 suara.

Untuk posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Golkar sebesar 15,05 persen atau 11.574.834 suara, dan Gerindra sebesar 13,3 persen atau 10.226.550 suara.

Dengan gambaran ini menunjukkan jika pemerintahan Prabowo-Gibran diprediksi tidak akan berjalan mulus karena posisi parlemen akan dikuasai PDIP yang bukan parpol pendukung Prabowo-Gibran. Sebagai parpol penguasa parlemen, PDIP juga berhak mengambil ‘jatah’ kursi Ketua DPR RI periode 2024-2029.

post-cover
Diagram perolehan suara partai politik Pemilu 2024 – (Foto: Tangkapan Real Count KPU RI)

Padahal idealnya posisi ketua DPR RI ini dipegang oleh parpol pendukung atau koalisi Prabowo-Gibran, yang artinya Golkar atau Gerindra. Harapannya parlemen bisa ‘dikendalikan’ oleh presiden terpilih untuk memuluskan seluruh kebijakannya.

Peluang Golkar dan Gerindra untuk merebut ‘jatah’ kursi ketua DPR RI nampaknya agak sedikit tertutup jika mengacu kepada UU MD3 yang baru.

“Sesuai dengan UU MD3 Nomor 2 tahun 2018, yaitu partai dengan jumlah kursi terbanyak menjadi ketua DPR RI. Jika tetap mengacu kepada aturan, PDIP tetap menjadi ketua DPR RI mendatang,” ujar pengamat politik sekaligus Peneliti LSI Denny JA, Ade Mulyana kepada Inilah.com.

Namun aturan dan UU adalah produk politik yang bisa berubah sesuai kepentingan. Apalagi PDIP posisinya bukan parpol pendukung Prabowo-Gibran sebagai pasangan calon (paslon) terpilih dalam Pilpres 2024. Bahkan Ade memprediksi langkah PDIP untuk menempatkan kadernya sebagai ketua DPR RI periode 2024-2029 tidak akan berjalan mulus.

Dia menduga nantinya Golkar sebagai parpol pendukung Prabowo-Gibran sekaligus pemenang kedua Pemilu 2024 akan bermanuver guna merebut kursi DPR 1 ini. Terlebih lagi, Golkar sebelumnya sudah merasakan ‘empuknya’ kursi ketua DPR periode 2014-2019.

Pada masa itu Golkar menempatkan tiga kadernya menduduki ketua DPR secara bergantian. Mereka adalah Setya Novanto, Ade Komarudin, dan Bambang Soesatyo (Bamsoet).

“Aturan penentuan pimpinan DPR RI adalah mekanisme yang ditentukan sendiri oleh DPR, sehingga manuver partai pengusung pemerintah mendatang akan lebih diuntungkan. Salah satu manuvernya tidak menutup kemungkinan adalah perubahan aturan UU MD3,” kata Ade menjelaskan.

Golkar Beri Sinyal Akan ‘Gerilya’ Rebut Kursi DPR 1

Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono mengatakan pihaknya masih belum mau berspekulasi soal ‘jatah’ kursi ketua DPR RI periode 2024-2029, karena masih menunggu keputusan resmi dari KPU soal parpol pemenang Pemilu 2024.

“Kita masih belum fix siapa yang mendapat kursi terbanyak di DPR, jadi kita tunggu itu dulu,” kata Dave kepada Inilah.com.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo atau Bamsoet justru secara terbuka mengatakan jika peluang untuk melakukan revisi UU MD3 sangat tersebut, tergantung dari dinamika politik dari parpol koalisi pemerintah.

“ Ya semua kemungkinan ada, cuman kita lihat trennya,” kata ketua MPR RI ini.  

post-cover
Ketua DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron (Foto: dpr.go.id)

Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron yang merupakan salah satu parpol koalisi Prabowo-Gibran mengaku mengaku siap mendukung adanya wacana untuk merevisi UU MD3 usai pelantikan anggota DPR terpilih.

“Kami belum membahas masalah ini (RUU MD3), dan tentu masih melihat konstelasi partai-partai yang perolehannya (suara) besar. Bisa saja UU MD3 dan tatib (tata tertib) DPR diubah karena perebutan kursi Ketua DPR, karena hal ini pernah terjadi di DPR,” pungkasnya kepada Inilah.com.

Sebagai informasi, jika mengacu pada UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), ketua (DPR) terpilih berasal dari partai yang memperoleh kuasa terbanyak di DPR.

Sementara Wakil Ketua DPR dipilih berdasarkan nomor urut terbanyak berikutnya. Mekanisme pemilihannya dilakukan secara sistem paket, dimana pemegang kuasa kursi terbanyak di DPR mengajukan paket nama-nama pimpinan DPR untuk divoting.

Dalam perjalanannya UU MD3 direvisi di era pemerintahan Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK), tepat pada 2018, DPR resmi mengesahkan UU MD3 yang baru.

Berdasarkan aturan terbaru tersebut, ketua DPR RI adalah anggota DPR RI yang berasal dari partai politik dengan perolehan kursi terbanyak di DPR RI. Sementara itu, wakil ketua DPR RI adalah anggota DPR RI yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima. [Ajat/ Vonita Betalia]

Back to top button